JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Politik Internasional UPH Aleksius Jemadu mengingatkan pemerintah untuk tidak bersikap pragmatis kepada negara-negara lain, terutama negara di kawasan Asia Tenggara.
Menurut dia, Indonesia harus bisa menunjukkan sikap kritis, terutama terhadap isu-isu yang dianggap penting di kawasan.
"Jadi jangan memberi kesa bahwa kita hanya menunggu, dan memberi reaktif tetapi Indonesia harus menunjukkan posisinya," kata Alek di acara diskusi virtual bertajuk '2 Tahun Jokowi Ma'ruf di Luar Dipuji, di Dalam Dicaci' secara virtual, Minggu (24/10/2021).
Sebagai negara besar di Asean, baik dari sisi ekonomi hingga kekuatan dalam hal pemimpin tradisional di kawasan, imbuh dia, Indonesia harus menunjukkan sikap tersebut.
"Itu yang mungkin perlu mendapat perhatian dari kita. Apa posisi kita di ASEAN dan apa yang harus kita katakan, sebelum kita didikte oleh negara lain," kata dia.
"Jangan sampai memberi kesan bahwa kita terlalu pragmatis, tanpa menunjukkan sikap kita terhadap isu-isu yang sangat kritis untuk didengar terutama oleh sesama negara Asia Tenggara," imbuh Alek.
Baca juga: Jokowi Dianggap Berhasil Atasi Polarisasi oleh Profesor Singapura, SMRC: Ada Dua Persoalan
Terkait adanya pujian terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi dari profesor di National University of Singapore (NUS) Kishore Mahbubani, Alek menilai bahwa sebuah pujian tidak pernah diberikan begitu saja.
Di balik sebuah pujian, kata dia, selalu ada perhitungan, dan selalu ada keinginan di baliknya.
"Tapi juga kalau mereka menggunakan data yang sesuai dengan kepentingan kita, mungkin kita harus ikuti dengan saksama. Kalau indikator itu bagus, pasti dapat pujian," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Profesor NUS Kishore Mahbubani menuliskan artikel berjudul The Genius of Jokowi.
Artikel tersebut mengatakan, Presiden Jokowi merupakan sosok pemimpin negara yang genius.
Artikel yang diterbitkan pada 6 Oktober lalu itu menceritakan capaian Jokowi selama menjadi Presiden Indonesia.
Poin penting yang disampaikan Kishore adalah Jokowi mampu menjaga stabilitas politik bahkan menyatu dengan lawan politiknya.
"Ketika beberapa negara demokrasi besar memilih penipu sebagai pemimpin politik mereka, keberhasilan Presiden Joko Widodo layak mendapat pengakuan dan penghargaan yang lebih luas," demikian salah satu kutipan tulisan Mahbubani dalam artikel tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.