JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat dan perusahaan untuk tidak membeli obat-obatan untuk penanganan Covid-19 sebagai persediaan.
Sebab, tindakan tersebut dapat menutup akses bagi orang yang benar-benar membutuhkan obat.
"Kalau kita stok di rumah, saya mengerti karena itu memberikan rasa nyaman, tapi itu mengurangi kans satu orang yang membutuhkan untuk mendapatkan akses dan dia bisa mati," kata Budi, dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (13/7/2021).
Baca juga: Daftar Obat untuk Covid-19 yang Sudah Diizinkan BPOM, Tak Ada Ivermectin
Budi mengungkapkan, ada banyak perusahaan yang membeli obat-obatan Covid-19 dengan niat baik, yakni sebagai persediaan apabila pegawainya terpapar Covid-19.
Ia juga menyebut tidak sedikit masyarakat umum yang mencari obat Covid-19 sebagai persediaan.
Namun, Budi mengingatkan, obat-obatan tersebut semestinya diperoleh dengan resep dokter dan ditujukan bagi orang-orang yang benar-benar membutuhkan.
"Tolong bantu diimbau ke semua perusahaan-perusahaan besar, tidak usah membeli, karena kalau dia membeli 10.000, itu ada 10.000 orang yang kehilangan kesempatannya, yang benar-benar membutuhkan," ujar Budi.
Budi menegaskan, persoalan obat ini semestinya diberikan secara medis. Artinya, obat-obatan hanya diberikan oleh dokter atau rumah sakit kepada orang-orang yang sudah sakit dan membutuhkan.
Baca juga: Obat Ivermectin Masuk Uji Klinik, BPOM Ingatkan Jangan Beli Secara Bebas
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) obat-obatan untuk pasien Covid-19.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, sejauh ini baru ada dua jenis zat aktif atau bentuk persediaan obat yang resmi mendapatkan izin penggunaan dan izin edar, yaitu Remdesivir dan Favipiravir.
Dari dua zat aktif tersebut, terdapat 12 obat Covid-19 yang telah mendapatkan EUA, yaitu:
Kategori zat aktif atau bentuk persediaan Remdesivir:
1. Remidia
2. Cipremi
3. Desrem