JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan sikap atas gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan sejumlah pemohon ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua konfederasi mengingatkan MK akan pentingnya pengungkapan kebenaran UU Cipta Kerja ketika gugatan tersebut memasuki agenda persidangan.
"Meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian UU Cipta Kerja, tidak sekadar berorientasi pada kebenaran yang bersifat formalistik," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin (2/11/2020).
Baca juga: Akan Gugat UU Cipta Kerja, Buruh Sampaikan 5 Poin Pernyataan Sikap untuk Hakim MK
Said mengingatkan, jika MK hanya bersandarkan pada kebenaran yang bersifat formal, kebenaran yang berada dibalik layar (the underlying truth) dalam UU Cipta Kerja tidak akan pernah dapat ditemukan.
Karena itu, kaum buruh Indonesia menaruh harapan besar kepada MK untuk menemukan kebenaran yang hakiki dari proses pengujian UU Cipta Kerja.
Selain itu, Said mengingatkan agar hakim MK tidak sekadar mengandalkan bukti-bukti yang diajukan para pemohon.
Menurut dia, MK juga perlu mengambil inisiatif dan aktif menggali sendiri kebenaran materiil dari aturan sapu jagat tersebut.
Ia mengatakan, MK merupakan peradilan konstitusional tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final and binding.
Dengan adanya putusan MK, tidak ada lagi instrumen hukum yang bisa digunakan untuk mengubah putusan tersebut.
"Dalam konteks ini kaum buruh Indonesia mengharapkan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil peran yang maksimal sebagai judex factie," ucap Said.
Baca juga: UU Cipta Kerja Digugat, KSPSI Minta MK Perhatikan Aspirasi Buruh
UU Cipta Kerja masih mendapat penolakan luas dari berbagai kalangan masyarakat usai disahkan DPR pada Senin (5/10/2020).
Mahasiswa dan buruh di berbagai daerah berulang kali turun ke jalan untuk memprotes UU yang dianggap hanya menguntungkan pengusaha dan bisa memangkas hak-hak pekerja itu.
Demonstran menuntut Presiden Jokowi mencabut UU Cipta Kerja dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Namun demikian, tak sedikit dari masyarakat yang berinisiatif untuk melakukan gugatan ke MK. Hingga kini, tercatat enam pemohon yang mengajukan uji materi ke MK.
Perhatikan aspirasi buruh
Sementara itu, Presiden KSPSI Andy Gani Nena Wea meminta supaya MK secara serius memperhatikan aspirasi jutaan buruh Indonesia yang telah berulang kali turun ke jalan untuk menyampaikan penolakannya terhadap UU Cipta Kerja.
Terlebih, mereka memutuskan berdemonstrasi dengan risiko besar di tengah penyebaran pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Karena itu, pengorbanan buruh Indonesia dalam menyampaikan aspirasinya perlu menjadi pertimbangan MK ketika pengujian UU Cipta Kerja dimulai.
"Sungguh-sungguh memperhatikan aspirasi yang telah disuarakan berjuta-juta kaum buruh Indonesia yang dengan segala risiko terpaksa harus turun ke jalan di tengah masa pandemi Covid-19, hanya demi menyuarakan kebulatan tekad rakyat untuk menolak UU Cipta Kerja," papar Andi.
Baca juga: UU Cipta Kerja Hapus Batas Maksimal PKWT, Pekerja Terancam Kontrak Seumur Hidup
Andi menyebut, suara kaum buruh Indonesia bersama masyarakat yang lain sudah sewajarnya diperhatikan dan dipertimbangkan MK.
Aspirasi tersebut juga perlu dipandang sebagai nilai moral dan politik yang hidup di tengah masyarakat.
Selain itu, Andi mengingatkan supaya MK dapat menunjukkan kekuasaanya sebagai penjaga marwah konstitusi (the guardian of the constitution), pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of the citizens constitutional right), dan pelindung hak asasi manusia (the protector of human right).
Menurut dia, hal itu penting ditunjukkan MK karena UU Cipta Kerja akan menjadi ancaman terhadap sendi-sendi masyarakat.
"Sebagaimana telah disuarakan oleh banyak pihak, UU Cipta Kerja telah sungguh-sungguh mengangkangi UUD 1945, melanggar hak-hak konstitusional kaum buruh dan masyarakat, serta telah benar-benar menista hak asasi manusia," ucap dia.
Masih ada ruang
Sementara itu Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, masih ada ruang untuk melakukan gugatan jika buruh tidak puas atas UU Cipta Kerja.
"Masih ada ruang jika tidak puas dengan undang-undang yaitu judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Irfan saat dihubungi, Rabu (7/10/2020).
Ia mengatakan, judicial review merupakan hak warga negara yang dijamin peraturan perundang-undangan bagi semua pihak yang tak setuju dengan UU yang dibuat DPR bersama pemerintah.
Baca juga: UU Cipta Kerja Resmi Dinomori Jadi UU Nomor 11 Tahun 2020
Untuk itu, ia meminta para buruh memanfaatkan ruang tersebut agar UU Cipta Kerja bisa sesuai harapan mereka.
"Jadi masih ada ruang karena undang-undang menyatakan seperti itu (undang-undang bisa digugat ke MK)," kata Irfan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.