Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Sengketa Natuna, PDI-P Minta Pemerintah Satu Suara Dukung Ketegasan Kemenlu

Kompas.com - 05/01/2020, 11:30 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Indonesia Perjuangan (PDI-P) meminta pemerintan Indonesia memiliki sikap yang sama dalam mendukung ketegasan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyikapi kedaulatan wilayah Indonesia di Perairan Natuna yang diklaim sepihak China.

"Kami meminta agar seluruh pejabat pemerintah Republik Indonesia satu bahasa dan satu sikap mendukung sikap tegas Kementerian Luar Negeri RI dalam menyikapi kedaulatan NKRI di perairan Natuna. Jangan ada sikap abu-abu dalam hal menjaga kehormatan dan eksistensi kedaulatan NKRI," tegas Ketua DPP PDI-P Bidang Luar Negeri ujar Ahmad Basarah melalui keterangan pers-nya, Sabtu (4/1/2020).

Baca juga: Bupati Natuna Mengaku Pencurian Ikan oleh Kapal Asing Bukan Hal Baru

Dia menilai, ketegasan Kemenlu, Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan TNI dalam permasalahan di perairan Natuna merupakan bukti bahwa Indonesia tak pernah kompromi terhadap siapapun yang ingin merebut kedaulatan wilayahnya.

Menurutnya, sikap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Bakamla, dan seluruh jajaran TNI sangat patriotik untuk tidak memberikan toleransi sedikit pun bagi kapal asing yang menerobos wilayah kedaulatan NKRI tanpa izin.

Apalagi, kata dia, ketegasan tersebut sesuai dengan UUD 1945 bahkan hukum internasional.

Baca juga: Keputusan PPB: Klaim China Atas Natuna Tidak Sah

Oleh karena itu, menurut dia, sebagai bagian bangsa yang hidup dalam pergaulan internasional, maka wajib tunduk pada hukum internasional.

Termasuk terhadap The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) mengingat Cina sendiri merupakan anggota dari UNCLOS 1982.

Sebagai anggota UNCLOS 1982, kata dia, mereka tidak bisa membuat aturan hukum sendiri terkait hukum laut yang bertentangan dengan UNCLOS 1982.

Baca juga: Ketua MPR: China Tak Bisa Seenaknya Walaupun Investor Besar Indonesia

"Klaim sepihak Cina atas perairan Natuna sebagai bagian dari wilayah kedaulatan mereka berdasarkan aturan nine dash-line China yang dibuat pemerintahnya tidak dapat mengikat negara-negara lain termasuk Indonesia," kata dia.

"Bagi Indonesia keputusan Permanent Court of Arbitration (PCA) tahun 2016 sebagai pelaksanaan UNCLOS 1982 dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan Cina yang putusannya tidak mengakui dasar klaim Cina atas 9 garis putus maupun konsep traditional fishing right adalah mengikat semua negara termasuk Cina," lanjut dia.

Baca juga: Laut Natuna Kembali Jadi Sengketa, Berapa Nilai Proyek China di Indonesia?

Oleh karena itu, PDI-P pun mendukung penuh sikap Kemenlu RI, Bakamla dan seluruh jajaran TNI di dalam menyikapi aksi kapal Cina yang memasuki secara ilegal perairan Natuna yang merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terlebih wilayah ZEE NKRI Natuna tersebut telah ditetapkan melalui Konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut pada tahun 1982 atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com