Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deklarasi Damai Talangsari Dinilai Malaadministrasi, KontraS Dorong Penyelesaian Kasus HAM Konstitusional

Kompas.com - 06/12/2019, 20:13 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendorong penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi nanusia (HAM) secara konstitusional sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Hal itu disampaikan Wakil Koordinator KontraS Feri Kusuma menyikapi temuan Ombudsman RI yang menyatakan bahwa ada malaadministrasi dalam deklarasi damai kasus pelanggaran HAM berat Talangsari.

"Temuan malaadministrasi ini harus dianggap sebagai pendorong adanya penegakan hukum dan penyelesaian kasus secara berkeadilan secara konstitusional berdasarkan UU Pengadilan HAM," Feri dalam siaran pers, Jumat (6/12/2019).

Dalam laporannya, Ombudsman RI telah menyatakan bahwa deklarasi tersebut tidak sejalan dengan tidak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan tidak sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Baca juga: Golkar Dorong Penegakan Hukum yang Hormati Nilai HAM

Feri membeberkan, ada sejumlah poin dalam deklarasi tersebut yang dinilai bermasalah, salah satunya poin yang menyatakan bahwa masyarakat lewat wakilnya di DPRD tidak akan memperpanjang kasus pelanggaran HAM berat Talangsari Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

"Poin ini jelas tak sesuai dengan amanah UU No 26 Tahun 2000 tentang penyelesaian pelanggaran HAM non-yudisial yang mestinya menggunakan mekanisme Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang tidak menihilkan adanya pengungkapan kebenaran sebagai hak yang melekat pada korban," kata Feri.

Poin lainnya yang bermasalah adalah poin yang menyatakan bahwa para pelaku, korban, dan keluarga korban menyepakati agar peristiwa tidak diungkap kembali oleh pihak manapun.

"(Poin ini) juga bermasalah karena sama saja menutup lembaga pendamping korban yang ingin membantu korban dan keluarganya agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM bisa berjalan sesuai amanat undang-undang," kata Feri.

Feri juga mempermasalahkan klaim pemerintah yang menyatakan bahwa selama 30 tahun telah dilakukan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, dan penanganan dalam bentuk pemenuhan hak-hak dasar korban.

Padahal, kata Feri, proses tersebut belum maksimal karena hingga saat ini masih banyak korban yang belum berdaya ekonomi seperti semula. 

Feri juga menyampaikan, kasus pelanggaran HAM juga tidak bisa diselesaikan lewat upaya rekonsiliasi atau peningkatan kesejahteraan saja, tetapi juga melalui pelurusan sejarah, koreksi terhadap lembaga pelaku serta pemenuhan hak korban.

Baca juga: Survei Litbang Kompas soal Nasib Kasus HAM di Era Jokowi Selengkapnya

Oleh sebab itu, Kontras juga merekomendasikan temuan Ombudsman itu sebagai acuan bahwa praktik rekonsiliasi yang telah diwacanakan tidak boleh keluar dari ruh penyelesaian pelanggaran HAM berat, yakni untuk mengutamakan keadilan bagi korban;

Kontras juga merekomendasikan agar Pemerintah RI ke depannya dalam mengeluarkan kebijakan terkait penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat wajib mengutamakan kepentingan korban dan dilakukan dalam kerangka mekanisme yudisial dan non-yudisial yang dilaksanakan secara komplementer.

Ombudsman Republik Indonesia menemukan malaadministrasi dalam Deklarasi Damai Dugaan Kasus Pelanggaran HAM yang Berat di Dusun Talangsari Way Jepara Lampung Timur tanggal 20 Februari 2019.

Deklarasi tersebut dilakukan dilakukan oleh Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

"Menurut Ombudsman RI bahwa, pertama, Deklarasi Damai Dugaan Kasus Pelanggaran HAM yang Berat di Dusun Talangsari Way Jepara Lampung Timur tidak sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik," kata anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy dalam siaran pers, Kamis (5/12/2019).

Sebelumnya, pada 20 Februari 2019, deklarasi damai dilakukan Tim Terpadu Pelanggaran HAM.

Baca juga: Golkar Dorong Penegakan Hukum yang Hormati Nilai HAM

Tim itu terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Ketua DPRD Lampung Timur, Wakil Bupati Lampung Timur, Kepala Kejaksaaan Negeri Lampung Timur, Kapolres Lampung Timur, Dandim 0429 Lampung Timur.

Kemudian KPN Sukadana Lampung Timur, Camat Labuhan Ratu, Kepala Desa Rajabasa Lama, dan tokoh masyarakat Talangsari.

Koordinator sekaligus korban peristiwa Talangsari 1989, Edi Arsadad, menegaskan, tidak ada sama sekali korban yang mewakili, apalagi menyetujui adanya deklarasi damai sebagai upaya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

"Deklarasi damai kemarin tidak ada sama sekali korban Talangsari yang mewakili. Dan kami tidak mengetahui adanya deklarasi, kita hanya tahu lewat sebuah media online bahwa ada deklarasi damai serta tidak ada berkas yang ditandatangani dari pihak terkait," ujar Edi geram di kantor saat menyambangi kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (4/3/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com