Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPIP Ingatkan Ancaman Radikalisme Pasar dan Dominasi Investasi Asing

Kompas.com - 01/12/2019, 06:46 WIB
Kristian Erdianto,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono meminta masyarakat waspada terhadap segala bentuk ancaman radikalisme.

Tidak hanya radikalisme agama, masyarakat diminta pula mewaspadai ancaman radikalisme pasar.

"Kita juga harus menyadari bahwa di era globalisasi ini ancamannya bukan sekadar radikalisme agama, tapi juga radikalisme pasar," ujar Hariyono dalam acara sosialisasi Pancasila bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Hotel Santika, Banyuwangi, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (30/11/2019).

Baca juga: Apa Itu Omnibus Law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya?

Hariyono mengatakan, radikalisme agama memang menjadi ancaman nyata. Namun, ancaman tersebut mudah dideteksi karena kerap menggunakan kekerasan.

Sedangkan radikalisme pasar merupakan ancaman yang sulit dideteksi. Padahal, radikalisme pasar sangat memengaruhi sektor ekonomi, yakni membuat Bangsa Indonesia hanya menjadi bangsa konsumen.

"Radikalisme pasar hanya menjadikan bangsa kita sebagai bangsa konsumen. Itu yang enggak dianggap sebagai ancaman real karena kita menikmatinya. Sehingga semua produk-produk bangsa asing dengan mudah masuk ke Indonesia," kata Hariyono.

Baca juga: Jokowi: Lolos Tidaknya Omnibus Law Tergantung DPR

Selain itu, lanjut Hariyono, radikalisme pasar juga menyebabkan Indonesia hanya akan menjadi lahan atau sasaran investasi yang tak terkontrol.

Apalagi jika investasi yang masuk didominasi oleh pihak asing.

Ia khawatir jika investasi tak dikontrol justru tidak mampu mewujudkan keadilan sosial dan memperbesar tingkat kesenjangan di tengah masyarakat.

Oleh sebab itu, Hariyono mengingatkan kepada pemerintah agar tidak membuka ruang investasi yang terlalu luas kepada pihak asing.

"Selain menjadi pasar juga kemudian jadi lahan investasi yang enggak mampu bisa kita kendalikan. BPIP sangat setuju dengan investasi, tapi investasi tidak boleh diserahkan semuanya kepada asing," tutur dia.

Baca juga: Menko Polhukam Sebut Omnibus Law Dibutuhkan Agar Investasi Tak Macet

Presiden Joko Widodo ingin meningkatkan investasi asing ke Indonesia. Salah satu strateginya dengan mengubah kebijakan yang dirasa menghambat masuknya investasi.

Presiden Jokowi berencana membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law.

Melalui omnibus law, pemerintah akan menyederhanakan regulasi yang berbelit dan panjang dengan membuat dua undang-undang (UU) besar, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menuturkan bahwa pihaknya dan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR telah sepakat untuk memasukkan omnibus law ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.

Ia memperkirakan rancangan undang-undang sudah dapat diajukan ke DPR pada akhir Desember atau awal Januari 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com