JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menyarankan Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) penangguhan revisi UU KPK.
Perppu penangguhan itu berisi rencana pemerintah, DPR dan unsur terkait melakukan merevisi ulang pasal-pasal pada UU KPK demi meningkatkan kinerja lembaga antirasuah itu.
"Jadi, setelah revisi UU KPK diundangkan, Presiden keluarkan perppu penangguhan saja yang isinya KPK kini bekerja dengan UU KPK sebelum revisi dalam waktu satu tahun," ujar Bayu dalam diskusi polemik bertajuk "Perppu Apa Perlu?" di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
"Selama satu tahun ke depannya, Presiden mengajak DPR, KPK dan masyarakat membahas lagi UU KPK," lanjut dia.
Baca juga: Demokrat Dukung jika Jokowi Terbitkan Perppu KPK
Dengan jangka waktu perppu penangguhan selama satu tahun, proses legislasi UU KPK bisa dirumuskan kembali dengan menekankan mana saja pasal yang perlu disempurnakan.
Menurut dia, jangka waktu satu tahun cukup membuat UU KPK yang lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat dalam rangka meningkatkan pemberantasan korupsi.
"Waktu satu tahun ini cukup untuk membahas lagi revisi UU KPK sehingga kemudian ada konsensus nasional ada bagian-bagian mana yang perlu masuk dalam revisi dan mana yang dianggap melemahkan," jelas Bayu.
Ia mencontohkan, dalam era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ada dua Perppu penangguhan yang pernah dikeluarkan.
Pertama, Perppu Nomor 1 Tahun 2005 mengenai berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Kedua, yaitu perppu Nomor 2 Tahun 2006 soal Penangguhan Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Pengadilan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.
"Kedua perppu itu dianggap SBY karena sarana dan prasarana UU-nya belum siap, jadi tanpa penolakan publik, Presiden SBY melihat ada yang belum siap, maka ditunda satu tahun. Penangguhan itu hal yang lazim," imbuh Bayu.
Baca juga: Mantan Ketua KPK: Tak Ada Konsekuensi Hukum karena Terbitkan Perppu
Diberitakan, Presiden Jokowi didesak menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
Desakan muncul dari aktivis antikorupsi, koalisi masyarakat sipil, hingga mahasiswa. Mereka menilai bahwa UU KPK hasil revisi itu melemahkan lembaga antirasuah tersebut secara kelembagaan.
Presiden sendiri berjanji mempertimbangkan menerbitkan perppu. Hal itu disampaikan Jokowi seusai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, terutama masukan berupa perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi," kata Jokowi.
Baca juga: Habiburokhman: Soal Perppu KPK, Kok Bisa Presiden Dimakzulkan?
Belakangan, sejumlah orang di lingkaran Jokowi mendorong Presiden tidak menerbitkan perppu. Salah satunya Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK. Itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau perppu itu masih banyak pro-kontranya," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
"Karena baru saja Presiden teken berlaku langsung Presiden sendiri tarik. Kan tidak bagus. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah kalau baru teken berlaku kemudian kita tarik. Logikannya di mana?" kata dia.