Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Sebut Solusi Masalah Papua Tak Hanya Infrastruktur

Kompas.com - 01/10/2019, 19:14 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai solusi untuk mengatasi konflik di Papua tak cukup dengan pembangunan infrastruktur dan perbaikan ekonomi.

Hal itu disampaikan Kalla menanggapi konflik dan kerusuhan di Papua yang terus terjadi belakangan ini.

"Kita mungkin selama ini kan pendekatannya infrastruktur ekonomi, pendekatannya untuk orang kota yang benar, orang yang di pantai benar. Tapi untuk Papua yang masih lebih tradisional itu pendekatan itu musti pendekatan budaya yang lebih dalam lagi," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Baca juga: PNS Pemkot Surabaya yang Jadi Tersangka Kerusuhan di Asrama Papua Ajukan Praperadilan

"Karena pengertian kemakmuran dan kemajuan beda-beda rupanya. Kita selalu menganggap jalan itu, airport itu, kemajuan tapi bagi mereka lain juga. Karena itu diperbaiki, dikaji lagi keinginan mereka," lanjut Wapres.

Karenanya, Kalla meminta para gubernur dan bupati di Papua serius memetakan keinginan masyarakat di sana dan menyerap aspirasi mereka sehingga muncul kebijakan yang sesuai harapan.

Terlebih, kata Kalla, pemerintah pusat telah memberikan banyak keistimewaan kepada masyarakat Papua melalui Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Melalui undang-undang tersebut, masyarakat Papua mendapat dana otonomi khusus. Selain itu, berdasarkan undang-undang tersebut hanya orang Papua asli yang berhak menjadi kepala daerah. 

Baca juga: Gubernur Bentuk Tim Jemput 17 Warga Banten di Papua

"Maka sangat penting juga di sana peranan pemimpin formal gubernur, bupati, kepala dinas, betul-betul berfungsi untuk membangun masyarakatnya dengan uang yang begitu banyak, dana yang begitu banyak," lanjut Kalla.

Diketahui, sejumlah daerah Papua mengalami kerusuhan hebat usai peristiwa rasisme yang terjadi di asrama mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Terakhir, kerusuhan terjadi di Wamena. Sebanyak 33 orang tewas akibat insiden itu. 

Kerusuhan di Wamena berawal dari aksi unjuk rasa siswa di Kota Wamena, Papua, Senin (23/9/2019). Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, PLN, dan beberapa kios masyarakat. 

Unjuk rasa yang berujung kerusuhan itu diduga dipicu perkataan bernada rasial seorang guru terhadap siswa di Wamena.

Komandan Kodim 1702/Jayawijaya Letkol Inf Candra Dianto menyatakan bahwa korban tewas berjumlah 33 orang.

Baca juga: 159 Warga NTB di Papua Menunggu Evakuasi

Pihak kepolisian sudah menetapkan lima tersangka terkait kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019).

"Dari hasil pemeriksaan, lima tersangka sudah ditetapkan oleh Polres Wamena," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (30/9/2019).

Ia belum merinci lebih jauh mengenai peran kelima tersangka. Namun, Dedi menuturkan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan para pelaku bukan berasal dari Wamena. Saat ini, Dedi mengatakan bahwa secara umum situasi di Wamena sudah kondusif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com