Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

#IndonesianElectionHeroes, Catatan dari Gugurnya Puluhan Petugas Pemilu...

Kompas.com - 23/04/2019, 10:51 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemilu 2019 menyisakan duka mendalam. Setelah pemungutan suara yang berlangsung pada 17 April 2019, satu per satu petugas keamanan dan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dilaporkan meninggal dunia.

Hingga Senin (22/4/2019), Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada 9 anggota KPPS yang meninggal dunia seusai bertugas.

Jumlah ini tersebar di sejumlah daerah di 15 provinsi di Indonesia.

Komisioner KPU, Viryan Azis, mengatakan, anggota KPPS yang meninggal ataupun sakit diduga mengalami kelelahan seusai menjalankan tugas saat pemungutan dan penghitungan suara.

"Sebagian besar karena kelelahan dan kecelakaan," ujar Viryan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin malam.

Baca juga: Data KPU: 91 Orang Petugas KPPS Meninggal Dunia

Tak hanya itu, 374 anggota KPPS dilaporkan sakit. Jumlah ini juga tersebar di sejumlah daerah di 15 provinsi.

Selain anggota KPPS, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, hingga Senin (22/4/2019), jumlah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang meninggal dunia mencapai 26 orang.

Sama seperti anggota KPPS, sebagian besar anggota Panwaslu meninggal dunia karena kelelahan seusai bertugas.

"Nambah dari kemarin, (sekarang) sudah 26 meninggal," kata anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin.

Tanggapan Presiden dan Wapres

Mendengar kabar tersebut, Presiden Joko Widodo menyampaikan rasa dukacita yang mendalam.

"Saya sampaikan ucapan berdukacita yang mendalam atas meninggalnya petugas KPPS, juga beberapa di luar KPPS," ujar Jokowi saat dijumpai di Restoran Seribu Rasa, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019).

Ia menyebutkan, mereka yang meninggal dunia saat menjalankan tugas mengawal proses Pemilu 2019 sebagai pahlawan demokrasi.

"Saya kira, beliau-beliau itu pahlawan demokrasi yang meninggal dalam tugasnya," katanya.

Baca juga: Kelelahan, Sejumlah Petugas KPPS Sumedang Dirawat di Rumah Sakit

Atas kejadian ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengusulkan agar penyelenggaraan pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif kembali dipisah.

Kalla menilai, digabungnya pileg dan pilpres membuat pekerjaan petugas KPPS dan polisi menjadi lebih berat.

Hal ini karena waktu penghitungan menjadi lebih panjang dan distribusi logistik menjadi lebih banyak.

"Itulah yang kita khawatirkan sejak awal. Bahwa ini pemilu yang terumit. Ternyata ada korban, baik di kalangan KPPS maupun kepolisian," ujar Kalla di rumah dinasnya, Jalan Diponegoro, Mentang, Jakarta, Senin (22/4/2019).

"Tentu harus evaluasi yang keras. Salah satu hasil evaluasi dipisahkan antara pilpres dan pileg supaya bebannya jangan terlalu berat," ujar Kalla.

Santunan untuk korban

Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah memberikan santunan kepada petugas KPPS yang meninggal dunia setelah menjalankan tugas menyelenggarakan pemilu.

Bambang juga meminta pemerintah daerah untuk membantu memberikan pengobatan gratis kepada para petugas KPPS, Polri, dan TNI yang sakit saat menjalankan tugas.

Baca juga: Anggota KPPS di Magetan Meninggal Saat Bantu Rekap di Kecamatan

"Bahkan sejak awal sudah seharusnya nyawa dan kesehatan mereka diasuransikan sehingga kehadiran negara untuk memperhatikan para petugas KPU dan Polri yang gugur di medan juang pemilu dirasakan oleh mereka dan keluarganya," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Senin (22/4/2019).

"Termasuk menjamin kesehatan serta keselamatan para petugas KPPS, Polri, dan TNI yang masih bertugas mengawal rekapitulasi hasil pemilu," lanjut dia.

Ia menilai, para petugas KPPS merupakan penopang utama Pemilu 2019 sehingga bisa berjalan lancar.

Oleh karena itu, Bambang menilai mereka layak diberi santunan bahkan diasuransikan.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut pihaknya masih menunggu usulan penyelenggara pemilu terkait santunan bagi anggota KPPS yang meninggal dunia saat bertugas selama pemilu serentak 2019.

Baca juga: Presiden Sampaikan Duka Cita atas Gugurnya Petugas KPPS

Meski demikian, ia memastikan pemerintah akan memberikan penghargaan bagi petugas yang meninggal dunia saat menyelenggarakan pemilu.

"Kami menunggu usulan dari Bawaslu dan KPU. Saya yakin pemerintah akan memberikan penghargaan, tetapi kalau soal anggaran, nanti biar dari Bawaslu fixed-nya (pastinya) berapa untuk yang sakit, berapa yang meninggal, termasuk KPPS dan anggota Polri," kata Tjahjo melalui keterangan tertulis, Senin.

Langkah KPU

KPU berencana memberikan santunan untuk petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit.

Besaran santunan masih akan dibahas KPU bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Selasa (23/4/2019).

"Kami besok merencanakan akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Keuangan. Besok direncanakan sekjen akan melakukan (pertemuan) dengan para pejabat di Kementerian Keuangan," kata Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019).

Meski demikian, KPU telah merencanakan usulan besaran santunan untuk setiap korban.

Baca juga: Mendagri: Pemerintah Akan Beri Penghargaan Petugas KPPS yang Meninggal

Usulan besaran santunan untuk keluarga korban meninggal dunia Rp 30 juta-Rp 36 juta.

"Kemudian untuk yang cacat maksimal Rp 30 juta. Nanti tergantung jenis musibah yang diderita kalau cacat," ujar Arief.

Sementara untuk korban luka, besaran santunan yang diusulkan adalah Rp 16 juta.

KPU juga akan melakukan evaluasi pelaksanaan pemilu serentak 2019.

Evaluasi ini penting untuk menemukan format pemilu yang paling ideal di tahun-tahun selanjutnya.

Baca juga: Ketua DPR Minta Pemerintah Santuni Petugas KPPS yang Gugur

Apalagi, mengingat banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit akibat terlalu letih saat bertugas.

"Kami menunggu hasil evaluasi. Hasil evaluasi akan kami kaji bersama. Tentu saja bersama DPR, bersama pemerintah, dan dengan teman-teman masyarakat sipil. Sebetulnya bagaimana sih format pemilu yang paling ideal buat kita," kata komisioner KPU, Ilham Saputra, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).

"Misalnya ada yang mewacanakan ada pemilu lokal, yang nanti sekali itu adalah pemilu DPRD provinsi, pemilu kabupaten/kota dan pilkada, misalnya begitu. Kemudian untuk pemilu nasional DPD, DPR, dan presiden," ujar Ilham.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com