JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Balikpapan, Tara Allaronte mengaku meminjam uang sekitar Rp 1,3 miliar untuk memenuhi permintaan "dana operasional dari Jakarta".
Istilah itu belakangan diketahui merupakan permintaan fee dari Yaya Purnomo selaku pegawai di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Fee itu agar Yaya Purnomo bisa menjamin Dana Insentif Daerah (DID) dialokasikan untuk Kota Balikpapan, yaitu sebesar Rp 26 miliar.
Hal itu disampaikan oleh Tara saat bersaksi untuk terdakwa Yaya Purnomo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/1/2019).
"Ide pinjam uang itu dari siapa?" tanya jaksa KPK.
"Saya sendiri," jawab Tara.
Baca juga: Minta Uang untuk Kawal Anggaran, Pegawai Kemenkeu Gunakan Istilah Adat-Istiadat
Ia memaparkan, pada awalnya permintaan 'dana operasional dari Jakarta' itu disampaikan oleh Kepala Sub Auditorat Kaltim I Perwakilan BPK RI Kalimantan Timur, Fitra Infitar.
"Pertengahan November (2017) saya ditelepon Pak Fitra bahwa Balikpapan mendapat alokasi dana Rp 26 miliar, dana DID. Saya kroscek Pak Madram (Kepala BPKAD) melalui telepon itu ternyata benar Balikpapan dapat dana DID, berikutnya saya ketemu Pak Fitra. Pak Fitra menyampaikan, 'Pak Tara, Jakarta minta dana operasional, lalu saya laporkan, saya sampaikan ke Pak Sekda," papar Tara.
Ia pun juga sempat menyampaikan permintaan dana operasional itu ke wali kota. Tara mendapat perintah yang sama untuk segera mempersiapkan dana operasional tersebut.
Menurut dia, Fitra menyampaikan apabila dana operasional tersebut tak dipenuhi, DID yang telah diperoleh terancam digeser ke daerah lain. Sehingga permintaan itu harus segera dipenuhi.
Baca juga: Sri Mulyani Pertanyakan Pejabat Daerah yang Datang ke Kemenkeu hingga 46 Kali
"Kepala BPKAD menjelaskan kepada Sekda bahwa tidak mungkin menggunakan dana APBD. Lalu Pak Sekda minta saya mengupayakan pinjaman untuk memenuhi dana operasional itu. Lalu saya berusaha mencari dana operasional itu," kata Tara.
Tara pun mendapatkan pinjaman dari dua orang yang ia kenal, bernama Pahala Simamora dan Sumiyati. Dari kedua orang itu, ia mendapatkan pinjaman masing-masing senilai Rp 680 juta. Sehingga total pinjaman yang diterima sebesar Rp 1,36 miliar.
Fitra, kata Tara, meminta dirinya memasukan uang tersebut ke dalam rekening, dan diserahkan dalam bentuk buku tabungan beserta kartu ATM. Tara menjelaskan, Buku tabungan dan ATM itu akan diteruskan Fitra ke Jakarta
Namun, Tara menginginkan buku tabungan dan kartu ATM itu atas nama dua orang yang sebelumnya ia mintakan pinjaman uang. Hal itu agar ia bisa mengawasi pinjaman uangnya.
"Buku tabungan dan ATM nasibnya bagaimana?" tanya jaksa KPK.
Baca juga: Kontraktor Diminta Rp 10 Juta untuk Biaya Persalinan Istri Pegawai Kemenkeu
"Kami tidak tahu lagi, hanya informasinya diblokir, Pak (setelah ada penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi)," jawab Tara.
Tara mengaku, ia baru mengetahui nasib buku tabungan dan kartu ATM itu setelah Yaya Purnomo terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
"Pak Fitra menceritakan kasus OTT ini ada Yaya Purnomo dan anggota DPR. Pak Yaya ini rumahnya diperiksa kemudian buku ATM dari Balikpapan itu ditemukan di rumah Pak Yaya," ungkap Tara.
Dalam kasus ini, Yaya Purnomo didakwa menerima gratifikasi Rp 3,7 miliar. Yaya juga didakwa menerima uang 53.200 dollar Amerika Serikat dan 325.000 dollar Singapura.
Menurut jaksa, Yaya dan Rifa Surya selaku pegawai Kemenkeu telah memanfaatkan posisi mereka untuk memberikan informasi kepada pejabat daerah. Informasi itu terkait pemberian anggaran, baik Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Insentif Daerah (DID).
Diduga, Yaya dan Rifa Surya menerima uang dari pejabat daerah terkait informasi yang diberikan tersebut. Menurut jaksa, gratifikasi yang diterima Yaya diduga terkait delapan pengajuan anggaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.