Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resolusi Jihad, Makna di Balik Penetapan Hari Santri Nasional

Kompas.com - 22/10/2018, 16:27 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini, 22 Oktober 2018, diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan ini dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015.

Santri biasanya merujuk pada seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam pada sebuah pesantren dalam kurun waktu tertentu, tergantung tingkat pendidikan.

Pesantren memberikan berbagai ilmu kepada muridnya, dan tak hanya ilmu agama. Di pesantren modern seperti Gontor di Ponorogo, para santri bahkan terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Menurut Harian Kompas edisi 22 Oktober 2015, santri tak hanya merujuk pada komunitas tertentu, tetapi merujuk mereka yang dalam tubuhnya mengalir darah Merah Putih dan tarikan napas kehidupannya terpancar kalimat La ilaha illa Allah.

Hari Santri pun menjadi milik umat Islam Indonesia secara keseluruhan.

Baca juga: Hadiri Hari Santri Nasional, Jokowi Bahas Peran Ulama dan Santri

Namun, mengapa 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional?

Menurut laman Setkab.go.id yang dikelola Sekretariat Kabinet, penetapan tanggal itu berdasarkan perjuangan dan seruan dari KH Hasyim Asy'ari. Beliau dikenal sebagai pendiri dan sesepuh Nahdlatul Ulama (NU) yang memiliki peran signifikan terhadap kemerdekaan Indonesia.

Peran ini begitu terlihat pada 21 dan 22 Oktober 1945, saat pengurus NU se-Jawa dan Madura menggelar pertemuan di Surabaya. Pertemuan dilakukan untuk menyatakan sikap setelah mendengar tentara Belanda berupaya kembali menguasai Indonesia dengan membonceng Sekutu.

K.H. Hasyim Asyari wikipedia.org K.H. Hasyim Asyari
Akhirnya, KH Hasyim Asy'ari menyerukan sebuah deklarasi "Resolusi Jihad".

Pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy'ari menyerukan imbauan kepada para santri untuk berjuang demi Tanah Air.

Resolusi itu disampaikan kepada pemerintah dan umat Islam Indonesia untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa. Hasilnya, resolusi ini membawa pengaruh yang besar.

Menurut laman KPS.go.id yang dikelola Kantor Staf Presiden, dampak besar terasa setelah KH Hasyim Asy'ari menyerukan resolusi itu.

Rakyat dan santri kemudian melakukan perlawanan sengit dalam pertempuran di Surabaya. Banyak santri dan massa Nahdliyin yang aktif terlibat dalam pertempuran ini.

Resolusi tersebut berhasil memberi energi dan semangat patriotisme yang sangat dahsyat kepada umat Islam pada saat itu.

Baca juga: Ketum PBNU: Hari Santri Bukti Penghargaan Negara Terhadap Jasa Ulama

Arek-arek Suroboyo terbakar semangatnya. Bung Tomo juga tambah membakar semangat dari mereka. Hingga akhirnya, perjuangan itu menewaskan pimpinan Sekutu, Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby.

Mallaby tewas dalam pertempuran yang berlangsung pada 27-29 Oktober 1945. Hal inilah yang memicu pertempuran 10 November 1945.

Oleh sebab itu, penetapan Hari Santri diharapkan tidak mengurangi, apalagi menafikan, nilai heroisme dan patriotisme tokoh-tokoh lain yang telah menorehkan sejarah dan peristiwa historik yang lain apalagi santri yang berperan besar.

Sebagai tindak lanjut dari penetapan Hari Santri, pemerintah dan santri berharap ada sinergi yang mendorong komunitas santri ke poros peradaban Indonesia yang lebih baik.

Negara pun memberi ruang proporsional bagi santri untuk berekspresi. Momentum Hari Santri Nasional diharapkan menjadi dasar kepada santri terus berbenah dan meningkatkan kualitas santri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com