Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Nur Hidayat
Pegiat literasi pemilu

Ketua Lembaga Kebijakan Publik DPP IMM 2010-2012, Komisioner KPU Kota Bandung 2018–2023

Beda Cara Generasi Milenial dalam Politik

Kompas.com - 17/09/2018, 19:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POSISI generasi milenial sangat diperhitungkan pada tahun politik sekarang ini. Mereka adalah bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi, baik di tingkat daerah maupun nasional.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih milenial mencapai 70 juta–80 juta jiwa dari 193 juta pemilih.

Artinya, sekitar 35–40 persen memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu dan menentukan siapa pemimpin pada masa mendatang.

Salah satu hal penting yang kerap terjadi pada pelaksanaan pemilu adalah soal perebutan kekuasaan yang bisa melahirkan persaudaraan atau bahkan bisa menimbulkan permusuhan. Keduanya mudah sekali terjadi.

Dalam demokrasi, ada yang namanya kawan dan lawan politik dan ini juga berlaku untuk para pendukung setiap calon.

Sekalipun, dalam politik tidak ada baik kawan maupun musuh abadi, semua hal tadi bisa terjadi, tergantung permainan waktu dan kepentingan. Banyak politisi yang semula lawan menjadi kawan politik begitu juga sebaliknya.

Dalam hal ini, partisipasi politik generasi milenial tentu sangat substansial karena dari persentase jumlah pemilih, generasi milenial menyumbang suara cukup banyak dalam keberlangsungan Pemilu 2019.

Generasi milenial menjadi sasaran empuk bagi politisi-politisi yang ingin mengajukan diri sebagai anggota dewan karena kondisi idealis pemuda yang mudah sekali dipengaruhi tentang keberpihakan.

Dengan peran generasi milenial sebagai pemilih yang memiliki sumbangsih terhadap suara hasil pemilihan yang cukup besar, maka posisi generasi milenial menjadi sangat strategis untuk menjadi objek sasaran pemungutan suara.

Beberapa tahun belakangan ini, semakin banyak politisi yang menyadari pentingnya peran media sosial sebagai cara untuk memperoleh kemenangan pada pemilu.

Pada Pemilu 2014, diperkirakan ada sekitar 18,3 juta pemilih pemula dari kalangan generasi muda berusia antara 17 dan 24 tahun.

Dilihat dari sisi usia, kemungkinan sebagian besar di antara mereka adalah pengguna media sosial.

Mereka diharapkan dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilu dan menjadi incaran para partai politik dan politisi untuk diraih suaranya.

Memberikan suara pada pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik. Namun, partisipasi politik tidak semata-mata diukur berdasarkan pemberian suara pada saat pemilu.

Pada dasarnya, ada banyak bentuk partisipasi politik, seperti mengirim surat (pesan) kepada pejabat pemerintahan, ikut serta dalam aksi protes atau demonstrasi, menjadi anggota partai politik, menjadi anggota organisasi kemasyarakatan, mencalonkan diri untuk jabatan publik, memberikan sumbangan kepada partai atau politisi, hingga ikut serta dalam acara penggalangan dana.

Seberapa jauh tingkat partisipasi generasi muda dalam bidang politik sering kali menjadi bahan perdebatan.

Generasi muda sering kali dianggap sebagai kelompok masyarakat yang paling tidak peduli dengan persoalan politik.

Mereka juga dianggap kerap mengalami putus hubungan dengan komunitasnya, tidak berminat pada proses politik dan persoalan politik, serta memiliki tingkat kepercayaan rendah pada politisi serta sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintahan (Pirie & Worcester, 1998; Haste & Hogan, 2006).

Pandangan ini sering kali dibenarkan dengan data yang menunjukkan bahwa generasi muda yang bergabung ke dalam partai politik relatif sedikit. Mereka juga cenderung memilih menjadi golput dalam pemilu.

Namun, sejumlah studi menunjukkan kekeliruan pandangan sebelumnya yang menganggap generasi muda tidak tertarik pada politik.

Studi tersebut menyebutkan bahwa generasi muda adalah kelompok yang dinilai paling peduli terhadap berbagai isu politik (Harris, 2013).

Penelitian yang dilakukan EACEA (2013) terhadap generasi muda di tujuh negara Eropa menghasilkan kesimpulan bahwa generasi muda mampu mengemukakan preferensi dan minat mereka terhadap politik.

Sebagian dari mereka bahkan lebih aktif dari kebanyakan generasi yang lebih tua. Mereka juga menginginkan agar pandangan mereka lebih bisa didengar.

Namun, bentuk partisipasi politik generasi muda dewasa ini cenderung menunjukkan perubahan dibandingkan dengan generasi pendahulunya.

Jika pada masa lalu bentuk partisipasi politik lebih bersifat konvensional dan cenderung membutuhkan waktu lama, misalnya aksi turun ke jalan melakukan demonstrasi atau boikot, tindakan politik (political actions) generasi muda dewasa ini dipandang sebagai sesuatu yang "baru" karena tidak pernah terjadi pada masa satu dekade lalu.

Contohnya adalah partisipasi politik melalui internet dan media sosial. Tindakan politik generasi muda masa kini memiliki sifat cenderung lebih individual, bersifat spontan (ad-hoc), berdasarkan isu tertentu dan kurang terkait dengan perbedaan sosial.

Hal ini terjadi akibat pengaruh globalisasi dan individualisme serta konsumsi dan kompetisi.

Masyarakat di negara demokratis dapat berpartisipasi dalam kehidupan politik, setidaknya dengan tiga cara berbeda.

Pertama, masyarakat dapat terlibat dalam arena publik untuk mempromosikan dan menyampaikan tuntutannya kepada siapa saja yang ingin mendengarkan, seperti ikut terlibat dalam berdemonstrasi.

Kedua, masyarakat dapat menjadikan lembaga pembuat undang-undang (legislatif) atau lembaga eksekutif sebagai target pesan politik yang ingin disampaikan, misalnya menandatangani petisi.

Ketiga, masyarakat dapat terlibat dalam proses seleksi dari orang-orang yang ingin menduduki jabatan publik. Contohnya dengan memberikan suara pada pemilu atau mencalonkan diri untuk jabatan publik.

Dalam berbagai literatur, tidak terdapat suatu pengertian yang diterima secara universal mengenai apa yang dimaksud dengan partisipasi politik.

Studi terhadap pengguna sosial media di Indonesia masih sangat terbatas dan studi lebih lanjut masih sangat dibutuhkan untuk mengungkapkan sifat dan karakteristik pengguna sosial media yang jumlah sangat besar dewasa ini.

Di samping itu, generasi milenial diharapkan mampu membawa dinamika politik yang sehat dan dinamis.

Tahun 2019 merupakan momentum politik yang membutuhkan peran generasi milenial yang cakap media, tanggap, kreatif, dan advokatif.

Langkah-langkah strategis generasi milenial dalam mengisi pesta demokrasi dapat dilakukan dengan beragam cara, misalnya mendorong gerakan antigolput atau kampanye hashtag yang positif demi pemilu berkualitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com