Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Pola Baru Terorisme, Anak Disertakan dalam Aksi Bom Bunuh DIri

Kompas.com - 15/05/2018, 11:35 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi terorisme kembali menyerang Tanah Air. Belum selesai investigasi kasus kerusuhan di rumah tahanan (rutan) Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, aksi bom bunuh diri terjadi di tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018).

Ledakan bom di tiga gereja tersebut menewaskan 18 orang. Tidak hanya itu, pada Senin (14/5/2018) pagi juga terjadi ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya, menewaskan empat terduga pelaku.

Namun, yang disoroti adalah dalam dua kasus ledakan bom di Surabaya terssbut adalah para pelaku merupakan satu keluarga. Selain itu, anak-anak juga dilibatkan dalam aksi terorisme.

Dalam kasus yang terjadi di tiga gereja di Surabaya, para pelaku adalah satu keluarga, dikepalai Dita Oepriarto (47). Istri Dita, Puji Kuswanti (43) juga turut menjadi pelaku, termasuk anak-anak mereka, Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadhila Sari (12), dan Famela Rizqita (9).

Baca juga: Anak-anak Terlilit Bom dan Meledakkan Diri, Pelaku atau Korban?

Dikabarkan, bom ditempelkan pada tubuh anak-anak Dita dan Puji yang masih kecil untuk kemudian diledakkn. Sementara itu, anak-anak laki-laki membawa bom dengan cara dipangku dan mengendarai sepeda motor.

Hal serupa juga terjadi pada peledakan bom di Mapolrestabes Surabaya. Empat terduga pelaku tewas di tempat, namun seorang anak berinisial Ais (8) yang dibonceng pelaku di sepeda motor selamat, meski terluka.

Pola baru terorisme ini dikecam banyak pihak.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi menyatakan aksi teror tidak dibenarkan, lantaran bertentangan dengan ajaran agama dan Pancasila. Apalagi, pelaku bom bunuh diri adalah satu keluarga dan melibatkan anak-anak.

Baca juga: Aksi AKBP Roni Gendong Anak Pelaku Bom yang Terluka Setelah Ledakan

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo menyatakan hal serupa. Menurut Suharyo, tindakan bom bunuh diri yang dilakukan satu keluarga dan melibatkan anak-anak ini mengoyak kemanusiaan.

"Sangat mengerikan dilakukan satu keluarga. Kemanusiaan itu mau dibawa ke mana?" sebut Suharyo.

Nassir Abbas, mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) sekaligus pengamat terorisme mengungkapkan, kala ia masih tergabung dalam kelompok teroris, tidak dibenarkan bunuh diri karena dianggap dosa besar. Namun, doktrin yang ada saat ini berubah.

"Belakangan doktrin bunuh diri menyebar, bahkan sampai tega mengajak anak-anaknya ikut bunuh diri. (Menurut keyakinan mereka) masak bapak sendiri masuk surga, anak-anak tidak diajak masuk surga?" ucap Nassir.

Petugas kepolisian saat olah TKP di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuna, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018). Hingga pukul 12.30 WIB, jumlah korban ledakan di 3 gereja mencapai 10 korban meninggal dan 41 luka-luka.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Petugas kepolisian saat olah TKP di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuna, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018). Hingga pukul 12.30 WIB, jumlah korban ledakan di 3 gereja mencapai 10 korban meninggal dan 41 luka-luka.

Ia menuturkan, sejak beberapa waktu terakhir, dirinya tergabung dalam sebuah yayasan yang menangani dan berinteraksi dengan istri-istri napi terorisme. Banyak di antara mereka yang menghadapi stigma, tak hanya dari masyarakat atau tetangga, bahkan dari keluarga sendiri.

"Ini barangkali si pelaku bawa anak-anak dan istri supaya tidak kena stigma. (Keyakinan mereka adalah) biar masuk surga bersama-sama," terang Nassir.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto juga menyoroti pola baru tersebut. KPAI mengecam dilibatkannya anak-anak dalam aksi terorisme.

"Kami mengecam keras penyerangan bom yang tidak beperikemanusiaan. Apalagi anak dilibatkan," kata Susanto.

Berkaca dari kasus-kasus teranyar itu, Susanto menyebut perlu diperhatikan potensi indoktrinasi radikalisme kepada anak. Namun, ini akan sulit dicegah bila pelaku indoktrinasi adalah orangtua sang anak sendiri.

Risiko indoktrinasi radikaliske lebih mudah dibatasi dan dicegah bila pelaku adalah pihak lain yang bukan orangtua. Susanto menyatakan, sangat berbahaya apabila ideologi radikalisme masuk ke ruang-ruang keluarga.

Kompas TV Simpati dan rasa kemanusiaan tergerak pasca-ledakan bom di tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com