JAKARTA, KOMPAS.com — Korban tewas akibat mengonsumsi minuman keras oplosan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya saat ini sudah mencapai 28 orang.
Menanggapi itu, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menyesalkan banyaknya korban yang jatuh karena minuman haram tersebut.
"Benar-benar mengenaskan, beberapa hari terakhir ini puluhan orang tewas karena menenggak minuman keras. Ini tentu saja sangat kami sesalkan," ujar Anwar dalam keterangannya, Kamis (5/4/2018).
Menurut Anwar, PP Muhammadiyah pun mendesak pemerintah serius dan sungguh-sungguh menghentikan perdagangan dan peredaran minuman keras oplosan tersebut.
"Sebab, atas alasan apa pun, mudaratnya minuman keras itu jauh lebih besar daripada manfaatnya," kata Anwar.
Pemerintah, kata Anwar, semestinya bisa membuat keputusan yang dapat melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat.
(Baca juga: Korban Tewas Miras Oplosan di Jakarta Selatan Bertambah Jadi 8 Orang)
Menurut dia, jangan hanya karena alasan pertimbangan ekonomi dan bisnis serta kepentingan para pengusaha, nyawa dari anak-anak bangsa melayang.
"Nyawa dari anak-anak bangsa ini jauh lebih penting dari uang," kata Anwar.
PP Muhammadiyah, kata Anwar, berharap langkah tegas pemerintah untuk segera menghentikan perdagangan dan peredaran minuman keras tersebut.
"Tanpa ada sikap tegas dari pemerintah, hari-hari kita ke depan akan dihiasi dengan berita-berita menyedihkan, kematian anak-anak bangsa karena menenggak minuman haram dan terkutuk tersebut," ujar Anwar.
Menurut informasi terakhir yang diterima Kompas.com, 28 orang tewas akibat menenggak miras oplosan.
Puluhan korban berasal dari Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Depok, dan Bekasi. Para korban membeli miras oplosan tersebut di warung-warung jamu.
Miras tersebut tidak bermerek bahkan hanya terbungkus plastik bening. Harganya pun tidak mahal, hanya berkisar Rp 15.000 hingga Rp 20.000.
Polisi melibatkan toksikolog atau ahli racun dan bahan kimia berbahaya untuk mengungkap kandungan mematikan dari miras ini.