JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Budi bersaksi untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Antonius Tonny Budiono.
Di akhir persidangan, kepada majelis hakim, Budi mengaku bersalah. Ia merasa kasus korupsi yang melibatkan mantan anak buahnya itu merupakan kelengahannya dalam mengantisipasi celah praktik korupsi di Kemenhub.
"Jujur, saya merasa bersalah. Kok saya sampai tidak tahu apa yang terjadi," ujar Budi saat menjawab pertanyaan majelis hakim.
Baca juga : Menhub Budi Karya Jadi Saksi Sidang Mantan Dirjen Hubla
Budi mengatakan, pasca ditangkapnya Dirjen Hubla, ia segera memperketat pengawasan di bidang kementerian yang rawan terjadinya praktik korupsi.
Kemenhub juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pembinaan.
"Saya kritisi diri saya dan melakukan represif dan preventif. Itu saya lakukan dalam menjalankan roda organisasi," kata Budi Karya.
Dalam kasus ini, Antonius Tonny Budiono didakwa menerima suap Rp 2,3 miliar. Suap tersebut diberikan oleh Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.
Menurut jaksa, uang Rp2,3 miliar itu terkait proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah tahun 2016 dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun 2016.
Baca juga : Disebut Eks Dirjen Hubla Terima Rp 1 M, Ini Tanggapan Staf Jonan
Selain itu, uang Rp 2,3 miliar itu diberikan karena Tonny telah menyetujui penerbitan surat izin kerja keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri, PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten.
Kemudian, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Tanjung Emas Semarang, yang pengerukannya dilakukan oleh PT Adhiguna Keruktama.
Tonny juga didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk berbagai mata uang asing dan barang-barang berharga lainnya.