Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Anggaran Negara Rp 86 Triliun Tidak Diumumkan ke Publik

Kompas.com - 25/02/2018, 18:24 WIB
Yoga Sukmana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah keterbukaan informasi dan transparansi publik, pemerintah masih saja tidak disiplin mencantumkan semua anggaran belanja barang dan jasa pada 2017.

Dari Rp 994 triliun belanja barang dan jasa pemerintah tahun lalu, hanya Rp 908 triliun yang dilaporkan di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

"Jadi ada sekitar Rp 86 triliun lebih anggaran belanja barang dan jasa tidak diumumkan pada publik," kata Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri di Jakarta, Minggu (25/2/2018).

Padahal, kata Febri, berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010, seluruh belanja barang dan jasa harus diumumkan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang kemudian diungkap melalui monev.lkpp.go.id.

Baca juga : Fadli Zon: Pemerintah Tak Kompeten Susun Anggaran, Negara Tekor

Di tingkat pusat, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai bendahara negara menjadi salah satu kementerian yang tidak melaporkan seluruh anggaran barang dan jasa ke SIRUP.

Dari Rp 24 triliun anggaran pengadaan barang dan jasa di Kemenkeu pada 2017, hanya Rp 4,9 triliun yang dicantumkan di SIRUP. 

Ada pula Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dari anggaran pengadaan barang dan jasa Rp 26 triliun, namuan hanya Rp 19,4 triliun yang dicantumkan di SIRUP.

Lebih parah lagi terjadi di Kemendikbud, Kemen PUPR dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Total anggaran tidak dibuka pada publik sehingga tidak bisa dihitung berapa anggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan.

Tak hanya di tingkat pusat, kondisi serupa juga bisa dilihat di tingkat daerah. Pemprov DKI misalnya, dari Rp 32 triliun anggaran pengadaan barang dan jasa pada 2017, hanya Rp 27,5 triliun yang dilaporkan.

"Boleh penenggelaman kapal, tetapi jangan anggarannya juga ditenggelamkan," kata Febri menyindir Menteri KKP Susi Pudjiastuti.

Di tempat yang sama, Staf Divisi Investigasi Wana Alamsyah mengkapkan bahwa anggaran barang dan jasa sangat rawan dikorupsi. Pada 2017, kasus korupsi dari anggaran pengadaan  barang dan jasa mencapai 241 kasus, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 195 kasus.

Dari sisi jumlah tersangka, pada 2017 ada 119 tersangka korupsi yang terkait dengan anggaran pengadaan barang dan jasa. Adapun dari sisi nilai kerugian negara meningkat dari Rp 680 miliar pada 2016 menjadi Rp 1,5 triliun pada 2017.

Baca juga : ICW: Sepanjang Tahun 2015, Anggaran Negara 134 Kali Dikorupsi

Direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP Setya Budi menyatakan prihatin dengan fakta yang diungkap ICW. Meski begitu, ia menyatakan bahwa data itu benar adanya. Sebab, publik bisa mengecek langsung di situs monev.lkpp.go.id.

"Saya melihat data tadi prihatin, karena di tengah keterbukaan ini tetapi masih ada yang tidak melaporkan," kata dia.

Ia menilai, fakta yang diungkap oleh ICW merupakan bukti bahwa selama ini banyak kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah tidak disiplin menjalankan Perpres Nomor 54 Tahun 2010.

"Karena ini wajib (dilaporkan di SIRUP) bukan sunnah. Mengapa enggak diumumkan ke publik," ucap dia.

Kompas TV Pendapatan negara di sektor perpajakan, bahkan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com