Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Sebut Penuntasan Kasus HAM 1965-1966 Terkendala Wiranto

Kompas.com - 24/10/2017, 17:18 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Muhammad Nukhoiron menyebut bahwa penuntasan kasus pelanggaran HAM 1965-1966 terkendala pasca dilantiknya Wiranto sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Ketika Menko Polhukam-nya Wiranto, komunikasi Komnas HAM dengan pemerintah jadi jauh. Untuk memikirkan upaya penyelesaian, saya sendiri enggak tahu apa yang pemerintah lakukan," kata Nukhoiron di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).

Padahal, kata Nurkhoiron, sebelum Wiranto dilantik proses penuntasan kasus berjalan baik. Semua pihak duduk bersama membahas penyelesaian tragedi kemanusiaan tersebut.

"Tedjo (Edhy Purdjiatno) dan Luhut (Binsar Pandjaitan) itu bagus. Semua kasus kita bicarakan bareng. Kepolisian hadir, Kejaksaan, Menko Polhukam, Menkumham hadir membicarakan," ujar Nurkhoiron.

(Baca: Eurico Guterres: Wiranto Sudah Jadi Menteri, tapi Kok Kami Gembel?)

Menurut Nurkhoiron, sejak Wiranto duduk sebagai Menko Polhukam, komitmen pemerintah dalam menyelesaikan kasus HAM 1965-1965 tak cukup terlihat.

"Komunikasinya kurang baik. Kurang aktif untuk menyatakan apa sih komitmen pemerintah dan bagaimana bisa menyelesaikan bersama-sama serta saling berkoordinasi," ujar dia.

"Padahal kalau gerakan ini meredup akan jadi masalah nanti ke depan. Alasannya banyak generasi muda yang enggak akan tahu sejarah bangsanya," tambahnya.

Bahkan selama Wiranto menjabat, kata dia, Komnas hanya pernah sekali rapat bersama membahas penuntasan kasus pelanggaran HAM yang ada di dalam negeri.

"Sudah pernah (rapat). Tapi saya cuma sekali, setahun yang lalu mungkin. Ketika itu menjelaskan ada beberapa agenda penyelesaian pelanggaran HAM berat dan agenda khusus penyelesaian pelanggaran HAM berat di papua," kata dia.

(Baca: Wiranto: Buktikan Kapan dan di Mana Saya Melanggar HAM, Saya Akan Jawab)

Sayangnya, hingga kini penuntasan kasus tersebut masih abu-abu dan tidak jelas perkembangannya bagaimana serta sampai mana.

"Sampai sekarang enggak jelas. Sampai mana kita enggak tahu kemajuannya. Penyelesaiannya mau lewat apa, caranya bagaimana, saya sendiri belum jelas," ungkap Nukhoiron.

Nurkhoiron justru mengakui, hubungan lembaganya saat ini jauh lebih baik dengan Kejaksaan Agung, dibanding dengan Kementerian Koordinator Bidang Polhukam.

"Kalau sekarang Komnas HAM sedang berkoordinasi dengan kejaksaan agung untuk memperbaiki. Hubunhan kami lebih baik dengan Kejaksaan Agung daripada dengan Kemenko Polhukam," katanya.

"Padahal Kemenko Polhukam kan bisa berbuat banyak lebih dari itu. Kemarin itu dia (Wiranto) mau bikin dewan kerukunan nasional. Kita saja enggak tahu. Apa isi dewan itu. Dia (Wiranto) enggak mau buka kepada Komnas HAM," tutup dia.

Kompas TV TNI Angkatan Darat menginstruksikan seluruh prajuritnya untuk menggelar nonton bareng film pengkhianatan gerakan 30 September.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com