Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harian Kompas, Kompas.com, dan Perubahan Media di Era Digital

Kompas.com - 12/09/2017, 08:36 WIB
Heru Margianto

Penulis


Jati diri lembaga media massa, termasuk surat kabar-sebagai bagian dari ekstensi masyarakat (de Volder)-adalah berubah. Tidak hanya berubah dalam cara, menyampaikan kritik with understanding, teguh dalam perkara lentur dalam cara (fortiter in re suaviter in modo), juga dalam sarana atau alat menyampaikan.

(Jakob Oetama, Merajut Nusantara Menghadirkan Indonesia, 2010)

JAKOB Oetama, pendiri harian Kompas, dalam tulisannya di halaman 1 harian Kompas, 28 Juni 2010 tepat pada ulang tahun harian Kompas ke 45, menegaskan bahwa jatidiri media massa adalah berubah. Perubahan tak dapat dihindari karena dunia dan masyarakat yang menjadi lingkungannya juga berubah.

Panta rhei kai uden menei, kata Herakleitos, filsuf Yunani. "Semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal tetap."

Dalam tulisan yang berjudul “Merajut Nusantara, Menghadirkan Indonesia” tersebut, Jakob menyampaikan bagaimana Kompas sebagai sebuah harian berbasis kertas memandang kehadiran teknologi Internet.

Ia menulis, “Kompas cetak dengan sarana utama kertas tidak menempatkan perkembangan hasil teknologi informasi sebagai pesaing. Tidak melejitnya jumlah oplah cetak justru memompa adrenalin dan semangat memutar otak melakukan penyesuaian-penyesuaian.”

Meski kalimat itu disampaikan Jakob pada 2010, sesungguhnya jejak upaya penyesuaian diri yang dilakukan Kompas berhadapan dengan perkembangan teknologi informasi bisa dirunut jauh sekali ke belakang di akhir 1980-an ketika komputer dan internet masih menjadi barang baru di Indonesia.

Martin Lister dalam “New Media, A Critical Introduction” menegaskan, kehadiran personal komputer pada pertengahan tahun 1980-an diyakini banyak kalangan sebagai pijakan baru bagi perkembangan berbagai inovasi media, kebudayaan, dan teknologi yang kemudian dikenal sebagai media baru (new media).

Pada pertengahan tahun 1980-an itulah, ketika komputer hadir untuk pertama kali di ruang redaksi Kompas, perubahan demi perubahan terus terjadi bahkan hingga kini.

Saat itu, belum terbayangkan perkembangan teknologi komputer yang disusul munculnya Internet akan mengubah hidup manusia secara fundamental di segala lini kehidupan, termasuk media, cara kerja redaksi, dan cara menyampaikan berita.

Jakob Oetama, 15 Mei 1994KOMPAS/ JB SURATNO Jakob Oetama, 15 Mei 1994

Tiga tahap evolusi

John Pavlik, penulis buku “New Media and Journalism” yang terbit pada 2001, mengidentifikasi, media cetak yang masuk ke internet mengalami tiga tahap evolusi.

Tahap pertama, media cetak hanya melakukan replikasi konten cetaknya di internet. Tahap kedua, para jurnalis memproduksi sendiri konten-konten yang memang orisinil ditujukan untuk website-nya.

Selanjutnya, tahap ketiga terjadi ketika jurnalis membuat reportase yang memang khusus dibuat untuk ditayangkan di internet dengan memanfaatkan seluruh kapasitas karakter mediumnya. Konten yang dibuat di tahap ketiga ini lebih kompleks.

Proses panjang perubahan yang dilalui Kompas hingga menjadi Kompas.com hari ini sesungguhnya tidak pernah menjadikan gagasan Pavlik sebagai cetak biru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com