Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri: Telegram Dienkripsi dan Sulit Dideteksi

Kompas.com - 16/07/2017, 08:22 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, penggunaan aplikasi Telegram cukup masif digunakan oleh kelompok teroris. Telegram memiliki sejumlah keunggulan yang dianggap menguntungkan bagi kelompok tersebut karena privasi penggunanya terjamin.

"Ini jadi problem dan jadi tempat saluran komunikasi paling favorit oleh kelompok teroris," ujar Tito di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Minggu (16/7/2017).

Tito mengatakan, anggota chat group di Telegram bisa mencapai 10.000 orang. Terlebih lagi, grup di aplikasi tersebut dienkripsi dan sulit dideteksi. Karena Telegram menjamin privasi penggunanya sehingga sulit disadap.

Tito mengatakan, pemblokiran ini antara lain tindaklanjut permintaan Polri untuk mengatasi masalah tersebut.

"Nanti kita lihat apakah jaringan teror gunakan saluran komunikasi lain. Kita juga ingin lihat dampaknya," kata Jumat (14/7/2017) petang, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memerintahkan pemblokiran aplikasi Telegram di Indonesia.

Pemerintah beralasan, pemblokiran itu dilakukan karena ditemukan banyak banyak kanal yang bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Sebelumnya, Pavel Durov, pendiri sekaligus CEO layanan pesan instan Telegram, menyadari bahwa ada aktivitas grup teroris negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Telegram. Namun, ia bersikeras menjunjung tinggi faktor keamanan privasi yang memang sudah lekat dan menjadi ciri khas Telegram semenjak dirilis empat tahun lalu.

Fiturnya dalam hal ini termasuk enkripsi end-to-end yang mencegah pesan dicegat dan dibaca, kecuali oleh pengirim dan penerima. Channels di Telegram bersifat terbuka untuk publik dan bebas diikuti oleh pengguna lain (follower).

Baca: Netizen Gaungkan Petisi Tolak Pemblokiran Telegram

 

Karena itu pula, channels sering digunakan oleh teroris sebagai sarana untuk menyebar propaganda, dengan cara broadcast konten. Ada juga groups, private message, dan Secret Chat.

Pesan Secret Chat hanya bisa diakses melalui dua perangkat, yakni perangkat pengirim yang menginisiasi percakapan dan perangkat penerima. Isi percakapan bisa dihapus kapan pun, atau diatur agar terhapus secara otomatis.

Kemudian, layanan chatting ini berulang kali dipakai sebagai medium komunikasi dan koordinasi para pelaku terorisme dalam melancarkan aksinya di berbagai belahan dunia.

Telegram, antara lain, digunakan untuk berkomunikasi oleh pelaku serangan di Paris pada 2015, serangan malam tahun baru 2017 di Turki, dan serangan di St. Petersburg pada April 2017.

Di Indonesia, sejumlah tersangka terorisme yang ditangkap pada Desember 2016 mengaku belajar membuat bom dengan mengikuti arahan lewat Telegram.

Baca: Mengapa Aplikasi Telegram Disukai Teroris?

Kompas TV Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan akan meningkatkan kerja sama dengan sejumlah pihak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com