Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Isi Perppu Ormas, Bukti Keberanian atau Jalan Pintas?

Kompas.com - 13/07/2017, 07:41 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengambil jalur cepat untuk menertibkan organisasi kemasyarakatan di Indonesia. Jalur cepat itu adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.

Perppu yang diteken Presiden Joko Widodo pada Senin, 10 Juli 2017 itu dianggap penyempurna UU 17/2013 tentang Ormas. Sebab, Perppu itu mengatur beberapa ketentuan Ormas yang belum diatur di UU sebelumnya.

Pengumuman diterbitkannya Perppu Ormas itu dilaksanakan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu (12/7/2017).

Berikut beberapa perbedaan krusial antara UU Ormas dengan Perppu Ormas :

Bukan hanya komunisme

Melalui Perppu tersebut, pemerintah memperluas definisi mengenai ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Salinan Perppu bagian penjelasan Pasal 59 Ayat (4) Huruf c menyebut, "ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945".

Sebelumnya, dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, definisi atau ajaran yang bertentangan dengan Pancasila terbatas pada "ateisme, komunisme, marxisme dan leninisme".

(Baca: Perppu Ormas, Definisi Paham Bertentangan dengan Pancasila Diperluas)

Pembubaran lebih mudah

Perppu Ormas menyederhanakan proses penerapan sanksi administratif kepada ormas yang melakukan pelanggaran.

Pasal 61 ayat (1) Perppu Ormas menyatakan bahwa sanksi administratif yang diberikan berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan dan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Artinya, peringatan tertulis tidak lagi diberikan secara bertahap. Pasal tersebut menghapus ketentuan di UU Ormas yang mengatur pembubaran ormas berbadan hukum harus melalui beberapa tahapan, yaitu pemberian sanski administratif berupa tiga kali peringatan tertulis.

Sebelum dihapus, Pasal 64 menyebutkan, jika surat peringatan ketiga tidak digubris, pemerintah bisa menghentikan bantuan dana dan melarang sementara kegiatan mereka selama enam bulan.

Dengan catatan, jika ormas tersebut berskala nasional, harus ada pertimbangan Mahkamah Agung. Namun, jika sampai 14 hari tidak ada balasan dari Mahkamah, pemerintah punya wewenang menghentikan sementara kegiatan mereka.

Dalam Pasal 68, jika ormas masih berkegiatan padahal sudah dihentikan sementara, pemerintah bisa mencabut status badan hukum mereka, asal mendapat persetujuan dari pengadilan.

(Baca: Perppu Ormas Sederhanakan Mekanisme Pencabutan Izin dan Pembubaran)

Asas contrario actus

Di sisi lain, Perppu Ormas juga mengatur mengenai penerapan asas hukum administrasi contrario actus. Asas tersebut menyatakan, lembaga yang mengeluarkan izin atau yang memberikan pengesahan ormas juga mempunyai wewenang untuk mencabut atau membatalkannya.

Bagian penjelasan Pasal 61 ayat (3) menyebutkan, penjatuhan sanksi administratif berupa pencabutan surat keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum adalah sanksi yang bersifat langsung dan segera dapat dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pencabutan surat keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum dilakukan terhadap ormas yang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Sementara, penjelasan Pasal 59 Ayat (4) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertujuan mengganti atau mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Mendagri dan pencabutan status badan hukum oleh Menkumham sekaligus merupakan upaya pembubaran, sesuai Pasal 80A.

(Baca: Sesuai Perppu, Mendagri dan Menkumham Berhak Cabut Izin Ormas)

Sanksi pidana

Perppu Ormas mengatur sanksi pidana terhadap anggota atau pengurus organisasi kemasyarakatan yang pro-kekerasan dan anti-Pancasila.

Sebelumnya, ketentuan mengenai penerapan sanksi pidana tidak diatur dalam UU Ormas.

Pasal 82A ayat (1) Perppu Ormas menyebutkan, anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu keamanan, ketertiban dan melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama satu tahun.

Sanksi yang sama juga bisa diberikan kepada ormas yang melakukan tindakan permusuhan berbau SARA (suku, agama, ras dan golongan) dan penistaan atau penodaan agama.

Sementara, pada Pasal 82A ayat (2) mengatur mengenai pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun.

Sanksi tersebut bisa dijatuhkan terhadap anggota dan/atau pengurus ormas yang menganut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Sanksi tersebut juga bisa diberikan kepada anggota ormas yang melakukan kegiatan separatis dan menggunakan atribut organisasi terlarang.

(Baca: Anggota Ormas Anarkistis dan Anti-Pancasila Bisa Dipenjara)

***

Halaman:


Terkini Lainnya

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com