Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambiguitas dan Dualisme Sikap Pemerintah Terkait Hukuman Mati

Kompas.com - 28/04/2017, 07:07 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menilai sikap pemerintah terkesan ambigu terkait kebijakan penerapan hukuman mati.

Menurut Wahyu, seharusnya semangat pemerintah dalam membela buruh migran yang terancam hukuman mati juga diterapkan di dalam negeri.

"Seharusnya Pemerintah Indonesia tidak bermuka dua. Di dalam negeri menerapkan eksekusi mati tapi di luar negeri merasa paling depan membela WNI yang divonis mati," ujar Wahyu saat memberikan keterangan terkait evaluasi praktik hukuman mati, di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017).

(Baca: Koalisi Masyarakat Tolak Wacana Hukuman Mati Jadi Alternatif)

Wahyu menuturkan, dengan adanya dualisme dan ambiguitas tersebut, arah kebijakan pemerintah terkait hukuman mati menjadi tidak jelas.

Hal itu tentu saja akan menjadi pertanyaan dunia internasional terhadap legitimasi politik dan moral Pemerintah Indonesia.

Sementara, pada awal Mei mendatang, Pemerintah Indonesia akan melaporkan kondisi penegakan HAM secara periodik ke Dewan HAM PBB melalui mekanisme UPR, di mana hukuman mati menjadi salah satu isu yang diangkat.

"Tentu saja ini akan terkait legitimasi politik dan moral," kata Wahyu.

Pada 3 hingga 5 Mei 2017 mendatang, Pemerintah Indonesia akan menyampaikan laporan mengenai kondisi penegakan HAM di bawah mekanisme Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB di Jenewa.

(Baca: Penerapan Hukuman Mati Dinilai Memburuk di Era Presiden Jokowi)

Indonesia merupakan salah satu dari 14 negara yang akan hadir dalam siklus ketiga persidangan UPR Dewan HAM.

UPR merupakan mekanisme inovatif di mana seluruh 193 negara anggota PBB menjalani proses kaji ulang secara sukarela dan berkala terkait situasi HAM di masing-masing negara.

Kompas TV Inilah Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com