Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Urgensi Rencana Penambahan Kursi di DPR

Kompas.com - 03/03/2017, 14:43 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penambahan kursi Dewan Perwakilan Rakyat bergulir seiring dilakukannya pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu). Kursi anggota DPR yang kini berjumlah 560 dirasa sejumlah fraksi belum proporsional.

Beberapa fraksi seperti Golkar, Nasdem, dan Gerindra sepakat untuk mengusulkan penambahan kursi menjadi 570. Kemudian PKB mengusulkan jumlah kursi dari 560 menjadi 619 kursu.

Argumentasi yang melatarbelakangi usulan penambahan kursi adalah munculnya daerah pemekaran baru dan tidak proporsionalnya jumlah kursi dengan jumlah penduduk Indonesia.

Namun, peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menilai bahwa wacana penambahan jumlah kursi di DPR dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) tidak menjawab persoalan mengenai proporsionalitas representasi politik antara masyarakat dan wakilnya.

Menurut Khoirunnisa, yang seharusnya ditekankan dalam menjawab persoalan representasi adalah realokasi kursi.

"Memang harus ada pemerataan kursi yang adil bagi seluruh daerah. Namun bukan dengan cara menambah tapi lebih tepat jika realokasi," ujar Khoirunnisa dalam diskusi bertema Merespon Pembahasan RUU Pemilu: Mewujudkan RUU Pemilu yang Adil dan Proporsional di kantor Wahid Institute, Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).

(Baca: Alasan Sejumlah Fraksi Gulirkan Penambahan Kursi DPR)

Berdasarkan catatan Perludem, sejak Pemilu 1955 sampai dengan Pemilu 2014 telah terdapat lima kali perubahan besaran jumlah kursi di DPR.

Di pemilu 1955 jumlah kursi DPR berjumlah 260 kursi. Sedangkan sejak pemilu 1971 sampai dengan pemilu 1982 jumlah kursi berubah menjadi 460 kursi.

Perubahan terjadi pula pada pemilu 1987 sampai dengan pemilu 1999 yakni sebanyak 500 kursi. Pada pemilu 2004 berubah menjadi 550 kursi.

Kemudian di dua pemilu terakhir jumlahnya bertambah lagi menjadi 560 kursi.

Meski demikian, kata Khoirunnisa, perubahan jumlah kursi yang terjadi tidak disesuaikan dengan proporsionalitas alokasi kursi ke provinsi.

Untuk pemilu 2014, masih banyak provinsi yang mengalami under representated atau memperoleh kursi yang tidak sesuai dengan jumlah penduduknya. Selain itu terdapat pula provinsi yang memperoleh kursi berlebih.

(Baca: Penambahan Kursi di DPR Bukan Solusi untuk Permasalahan Proporsionalitas)

Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan Riau merupakan daerah yang kekurangan kursi. Riau misalnya, dengan jumlah penduduk sebanyak 5.543.031 jiwa seharusnya berhak meraih 13 kursi di DPR. Realitanya, hanya dialokasikan 11 kursi. Begitu pula dengan Jawa Tengah yang seharusnya memperoleh 77 kursi, bukan 75 kursi.

"Sejatinya proporsionalitas alokasi kursi ke masing-masing haruslah terjamin. Namun dari data itu terlihat penambahan kursi tidak menjamin adanya proporsionalitas representasi dari tiap provinsi," kata Khoirunnisa.

Di sisi lain, Khoirunnisa berpendapat penambahan kursi di DPR juga akan menimbulkam persoalan baru yang lebih rumit terkait anggaran.

Dengan bertambahnya jumlah kursi, maka bertambah pula alokasi anggaran untuk membayar gaji anggota dewan. Padahal, saat ini pemerintah sedang menerapkan penghematan anggaran.

"Wacana itu harus juga melihat kemampuan negara ini. Akan muncul persoalan baru dari penambahan kursi misalnya anggaran untuk gaji anggota DPR," ucapnya. 

Tak relevan

Pada kesempatan yang sama Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.juga menyoroti wacana penambahan jumlah kursi di DPR. Donal berpendapat wacana tersebut tidak relevan jika dikaitkan para proporsionalitas keterwakilan daerah yang jumlah penduduknya semakin bertambah.

Menurutnya, langkah yang paling tepat untuk menjadi solusi dari masalah keterwakilan adalah pergeseran jumlah kursi dari daerah yang dianggap perwakilannya berlebih.

Selain itu, Donal menilai tidak adanya korelasi antara peningkatan jumlah anggota DPR dengan kualitas legislasi yang dihasilkan dan pengetatan pengawasan.

Sejak Pemilu 1955 hinga pemilu 2014, jumlah kursi di DPR semakin bertambah. Namun faktanya, kualitas legislasi tidak mengalami peningkatan.

(Baca: Wacana Penambahan Kursi di DPR seperti "Membeli Obat Tanpa Resep")

Hal tersebut, kata Donal, terbukti dari banyaknya undang-undang yang rontok saat diajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.

"Tidak ada korelasi peningkatan jumlah kursi di DPR dengan kualitas legislasi dan pengawasan. Kualitas legislasi semakin menurun, makin banyak UU yang rontok saat diuji di MK. Pengawasan juga hanya menjadi agregasi kepentingan politik saat ini," ucap Donal.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Budi Luhur, Sidik Pramono. Sidik berpendapat bahwa wacana tersebut tidak memiliki prinsip dasar yang jelas.

Selain itu, kata Sidik, pengguliran wacana penambahan kursi juga tidak disertai dengan basis data yang cukup.

"Dalam perumusannya terlihat sekali DPR seperti membeli obat tanpa tahu resep atau takarannya. Yang penting nambah kursi dulu, realokasi kursinya belakangan," ujar Sidik.

Menurut Sidik, soal penambahan kursi bukanlah hal yang mendesak untuk dibahas dalam RUU Pemilu. Sementara persoalan lain yang dinilai lebih penting, seperti mengenai pengaturan tentang politik uang justru belum menjadi perhatian utama.

Sidik menilai wacana penambahan kursi tidak menjadi solusi dari akar permasalaham yang terjadi, yakni realokasi kursi agar setiap daerah memiliki keterwakilan yang proporsional di DPR.

"Wacana penambahan kursi itu bergulir tanpa ada pendalaman ke akar permasalahannya. Sedangkan isu prioritas berada di bagian akhir dan diputuskan saat terakhir," ucap Sidik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com