Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Laporkan Mejelis Hakim PTUN ke Komisi Yudisial

Kompas.com - 21/02/2017, 17:00 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melaporkan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, yang menangani keberatan Kementerian Sekretariat Negara atas kasus keterbukaan informasi publik kematian aktivis HAM Munir Said Thalib ke Komisi Yudisial, Selasa (21/2/2017).

“Kami melihat adanya kejanggalan terkait proses pemeriksaan yang tidak dilakukan sebagaimana mestinya,” kata Koordinator Kontras Yati Andriane di Kantor KY.

Setidaknya, menurut Yati ada dua kejanggalan yang ditemukan Kontras dalam proses pemeriksaan tersebut.

Pertama, proses pemeriksaan yang dilakukan secara tertutup. Itu, kata dia, bertentangan dengan ketentuan yang diatur di dalam Perma Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan.

(Baca: Kontras: Putusan PTUN Tak Gugurkan Kewajiban Buka Dokumen TPF Munir)

Menurut dia, Pasal 8 Perma Nomor 2 Tahun 2011 telah mengatur secara tegas kewajiban majelis hakim untuk memeriksa keberatan secara terbuka.

Pengecualian dimungkinkan bila dokumen yang diperiksa berisikan informasi yang dikecualikan.

“Sejak kami mendaftarkan jawaban keberatan di PTUN Jakarta pada 29 November 2016, majelis hakim tidak pernah melakukan pemanggilan terhadap para pihak guna pemeriksaan perkara tersebut," kata dia.

"Namun, Majelis hakim langsung memutuskan untuk melakukan pembacaan putusan pada 16 Februari tanpa sebelumnya menempuh pemeriksaan terbuka dengna menghadirkan para pihak,"

Kejanggalan kedua, kata dia, terlihat pada argumentasi yang digunakan hakim dalam memberikan pertimbangan putusan.

Ia beranggapan, hakim kurang memahami pentingnya keterbukaan informasi publik bagi masyarakat.

(Baca: Kontras: Pemerintah Lepas Tangan soal Publikasi TPF Munir)

“Dalam pertimbangan hukumnya, majelis memang meminta Kemensetneg untuk mencari dokumen (TPF Munir) tersebut, namun pertimbangan tersebut nyatanya tidak dicantumkan dalam amar putusan,” ujarnya.

Ia menambahkan, dalam proses pemeriksaan keterbukaan informasi publik, hakim yang memeriksa perkara haruslah hakim yang memiliki pemahaman tentang keterbukaan informasi.

Ketentuan itu diatur di dalam Pasal 8 ayat (1) Perma Nomor 2 Tahun 2011. Lebih jauh, ia meminta, agar KY menginvestigasi majelis hakim PTUN untuk menilai sejauh mana pemahaman dan kualitas hakim yang menangani perkara tersebut.

“Kami juga meminta KY mengawasi proses kasasi Kontras terhadap putusan Nomor 3/G/KI/2016/PTUN.JKT di Mahkamah Agung,” ujarnya.

Seperti diketahui, Kemensetneg sebagai pemohon mengajukan keberatan terhadap putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) Nomor 025/IV/KIP-PS/2016 tanggal 10 Oktober 2016.

 

(Baca: PTUN Kabulkan Keberatan Kemensetneg soal Publikasi TPF Munir)

Putusan itu mewajibkan Kemensetneg dalam dua hal. Mempublikasikan dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Munir dan alasan tidak mempublikasikan dokumen itu selama ini. Diduga, dokumen TPF Munir memuat nama lain dalam kasus pembunuhan Munir di pesawat Garuda itu.

Permohonan Kemensetneg itu dikabulkan PTUN. 

Kompas TV Titik terang keberadaan dokumen penyelidikan tim pencari fakta kasus Munir kembali meredup. Pengungkapan kasus pembunuhan aktivitas HAM munir pun kembali gelap. Lalu bagaimana menguak gelapnya kasus Munir ini? Kami membahasnya bersama aktivis HAM, Hariz Azhar, serta pakar hukum Universiats Idonesia Teuku Nasrullah dan isteri almarhum Munir, Suciwati.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Maju Pilkada Jakarta, Anies Disarankan Jaga Koalisi Perubahan

Maju Pilkada Jakarta, Anies Disarankan Jaga Koalisi Perubahan

Nasional
Bareskrim Periksa Pihak OJK, Usut soal Akta RUPSLB BSB Palsu

Bareskrim Periksa Pihak OJK, Usut soal Akta RUPSLB BSB Palsu

Nasional
Kemenkominfo Sebut Layanan Keimigrasian Mulai Kembali Beroperasi Seiring Pemulihan Sistem PDN

Kemenkominfo Sebut Layanan Keimigrasian Mulai Kembali Beroperasi Seiring Pemulihan Sistem PDN

Nasional
Indonesia Sambut Baik Keputusan Armenia Akui Palestina sebagai Negara

Indonesia Sambut Baik Keputusan Armenia Akui Palestina sebagai Negara

Nasional
Tanggapi Survei Litbang 'Kompas', Ketum Golkar Yakin Prabowo Mampu Bawa Indonesia Jadi Lebih Baik

Tanggapi Survei Litbang "Kompas", Ketum Golkar Yakin Prabowo Mampu Bawa Indonesia Jadi Lebih Baik

Nasional
Dispenad Bantah Mobil Berpelat Dinas TNI AD di Markas Sindikat Uang Palsu Milik Kodam Jaya

Dispenad Bantah Mobil Berpelat Dinas TNI AD di Markas Sindikat Uang Palsu Milik Kodam Jaya

Nasional
Berikan Dampak Perekonomian, Pertamina Pastikan Hadir di MotoGp Grand Prix of Indonesia 2024

Berikan Dampak Perekonomian, Pertamina Pastikan Hadir di MotoGp Grand Prix of Indonesia 2024

Nasional
Sejumlah Elite Partai Golkar Hadiri Ulang Tahun Theo Sambuaga

Sejumlah Elite Partai Golkar Hadiri Ulang Tahun Theo Sambuaga

Nasional
Soal Pengalihan Kuota Tambahan Haji Reguler ke Haji Khusus, Timwas DPR RI: Kemenag Perlu Mengkaji Ulang

Soal Pengalihan Kuota Tambahan Haji Reguler ke Haji Khusus, Timwas DPR RI: Kemenag Perlu Mengkaji Ulang

Nasional
Rapat dengan Kemenag, Timwas Haji DPR Soroti Masalah Haji 'Ilegal'

Rapat dengan Kemenag, Timwas Haji DPR Soroti Masalah Haji "Ilegal"

Nasional
Merespons Survei Litbang 'Kompas', Cak Imin Minta DPR Tak Berpuas Diri

Merespons Survei Litbang "Kompas", Cak Imin Minta DPR Tak Berpuas Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com