Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pascaputusan MK, Masalah Dualisme PPP Belum Berakhir

Kompas.com - 26/01/2017, 08:18 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak dua permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang diajukan oleh anggota Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz.

Mahkamah menilai, bahwa sebagai perorangan warga negara Indonesia, para Pemohon tidak memiliki hak mengajukan gugatan (legal standing) untuk menguji pasal-pasal tersebut, termasuk jika mengatasnamakan partai.

Hasil itu disambut baik pihak PPP Romahurmuziy.

Sekretaris Jenderal Arsul Sani menuturkan, putusan MK sekaligus menegaskan bahwa pihak Djan Faridz tidak memiliki kedudukan hukum untuk mewakili PPP dalam segala kegiatan partai, termasuk berkaitan dengan dukungan terhadap calon kepala daerah dalam Pilkada.

"Putusan MK ini sekaligus juga memberikan penguatan terhadap kepengurusan PPP hasil Muktamar Pondok Gede pada bulan April 2016 lalu," kata Arsul melalui keterangan tertulis, Rabu (25/1/2017).

(Baca: Dua Uji Materi yang Diajukan PPP Kubu Djan Faridz Tidak Diterima MK)

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PPP Djan Faridz, Humhprey Djemat, mengatakan permohonan dengan materi yang sama masih bisa diajukan ke MK. Sebab, MK belum memeriksa hingga pokok perkara.

"Karena pokok perkara belum diperiksa, maka materi dalam permohonan ini menjadi draw atau 0-0, oleh karena itu permohonan dengan materi yang sama masih dapat diajukan kembali," tutur Humhprey.

Berdasarkan putusan Mahkama Agung Nomor 601 yang telah berkekuatan hukum tetap, kata dia, maka kepengurusan PPP di bawah kepemimpinan Djan Faridz tetap merupakan kepemimpinan PPP yang sah. Apapun hasil keputusan uji materi di MK.

"Dengan demikian, berdasarkan putusan MA 601, yang berhak memakai bama dan lambang PPP adalah kepengurusan PPP Djan Faridz," ujar Humphrey.

Adapun, uji materi diajukan terhadap Pasal 33 ayat 2 UU Partai Politik. Uji materi yang teregistrasi dengan nomor perkara 35/PUU-XIV/2016, diajukan oleh Ibnu Utomo, Yuli Zulkarnain, dan R Hoesnan.

(Baca: Sekjen PPP Duga Penangkapan Fernita Darwis karena Dualisme Partai)

Mahkamah menilai, permasalahan yang dikemukakan Pemohon itu terkait adanya konflik internal kepengurusan DPP PPP, yang dianggap karena ketidakjelasan Pasal 23 dan Pasal 33 UU 2/2011.

Terkait permohonan yang diajukan atas perorangan tersebut, Mahkamah menilai bahwa sebagai perorangan warga negara Indonesia, para Pemohon tidak memiliki kepentingan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian ketentuan a quo.

Mahkamah berpandangan, ketentuan Pasal 23 dan Pasal 33 UU 2/2011 adalah ketentuan yang secara spesifik mengatur partai politik, dan bukan mengatur hak perorangan warga negara Indonesia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com