Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "Makar" dan Amandemen, MPR Tak Mau Bekerja Berdasarkan Tekanan

Kompas.com - 16/12/2016, 05:00 WIB
Bayu Galih

Penulis

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Ma'ruf Cahyono mengatakan, pada dasarnya MPR mendengarkan semua aspirasi masyarakat mengenai Undang-Undang Dasar 1945.
 
MPR juga menerima aspirasi sejumlah pihak yang menginginkan kembali ke naskah asli UUD 1945.
 
Namun, menurut Ma'ruf, MPR memiliki aturan hukum dan mekanisme yang harus ditaati sebelum mengubah atau melakukan amandemen UUD 1945.
 
"Semua ada aturannya. Jadi yang penting yuridis konstitusional. Kalau soal pikiran yang berkembang, itu kan pendapat-pendapat saja. Jadi jalannya panjang," kata Ma'ruf, seusai diskusi bersama wartawan, di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Kamis (15/12/2016).
 
Ma'ruf menjelaskan, semua aspirasi masyarakat yang masuk tak langsung ditindaklanjuti oleh MPR.
 
Tahap awal yang akan dilakukan adalah melakukan kajian bersama sejumlah pihak, baik kalangan akademisi, ahli hukum, juga internal MPR, termasuk DPR dan DPD sebagai unsur anggota MPR.
 
"Sehingga bisa menjadi bahan materi yang bisa dimintakan persetujuan oleh para anggota MPR, apakah setuju dengan konsep ini," ujar dia.
 
Mengenai usulan kembali ke UUD 1945 yang asli sebelum diamandemen, menurut Ma'ruf, aturan amandeman atau perubahan UUD 1945 juga sudah diatur dalam Pasal 37 UUD 1945.
 
Soal makar
 
Polri sebelumnya mengungkap adanya rencana makar dengan upaya pengerahan massa untuk menduduki gedung parlemen.
 
Dalam rencana itu, massa akan mendesak MPR melakukan Sidang Istimewa untuk mencabut mandat Presiden Joko Widodo.
 
Lalu apakah MPR akan memenuhi permintaan massa berdasarkan tekanan massa, termasuk jika massa menguasai gedung MPR?
 
Ma'ruf menegaskan bahwa MPR tidak akan melakukan suatu hal yang melanggar konstitusi.
 
"Enggak-lah, saya kira sudah berdasarkan mekanisme hukum kok. Pas 1 ayat 3 jelas kok, Indonesia adalah negara hukum," kata Ma'ruf.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com