JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan mengubah pendekatan model criminal justice system menjadi model perang dalam penanggulangan terorisme dinilai keliru dan tidak tepat.
Pengubahan pendekatan itu terindikasi melalui pelibatan militer secara aktif dalam penanggulangan terorisme.
Ketentuan itu tercantum dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Pasal 43B.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa kebijakan dan strategi nasional penanggulangan tindak pidana terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian RI, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga non kementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme.
Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengatakan, pergeseran pendekatan itu menjadi berbahaya karena membuat penanganan terorisme menjadi lebih represif dan eksesif.
Pasalnya, pendekatan perang dapat mengabaikan perlindungan HAM tersangka untuk diperlakukan secara manusiawi.
"Pelibatan militer dapat melahirkan kondisi normalisasi keadaan darurat yang menangguhkan perintah konstitusi tentang perlindungan HAM dan hak tersangka untuk diperlakukan secara manusiawi," kata Araf, dalam konferensi pers di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Araf menuturkan, kondisi ini dapat membuat para tersangka berpotensi menjadi sasaran kekerasan.
"Para tersangka teroris akhirnya ditempatkan dalam status tanpa hak yang dapat menjadi sasaran kekerasan tanpa tameng hukum sama sekali," kata Araf.
Oleh karena itu, ia mendesak DPR dan pemerintah untuk tetap menggunakan mekanisme criminal justice system dalam menanggulangi terorisme.
Hal ini dilakukan dengan tidak mengatur keterlibatan militer dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Revisi UU No 15/2003 jangan bergeser ke arah war model. Konsekuensinya, revisi ini tidak perlu memberi kewenangan kepada aparat non yudisial terlibat penegakan hukum dalam mengatasi ancaman terorisme," kata Araf.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.