JAKARTA, KOMPAS.com — Cuaca Jakarta, Kamis (3/11/2016) sore, cukup bersahabat, khususnya di sekitar Kompleks Istana Kepresidenan.
Setelah sempat ditimpa teriknya mentari pada siang hari, awan putih perlahan-lahan mendominasi pada sore harinya sehingga udara menjadi sejuk.
Angin pun berembus sepoi-sepoi. Kondisi cuaca ini dimanfaatkan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk "cari angin" di luar ruang kerja.
Mereka pun tampak asyik berbincang empat mata di beranda Istana Merdeka. Jokowi mengenakan kemeja putih lengan panjang tergulung.
Sementara itu, Kalla mengenakan kemeja batik coklat lengan panjang. Keduanya tampak berbicara bergantian diiringi gerakan tangan masing-masing.
(Baca: Upaya Jokowi Redam Demo 4 November...)
Kepada wartawan, usai sekitar 15 menit berbincang, Jokowi mengaku berdiskusi banyak topik hangat yang terjadi di publik dengan Kalla.
"Biasa, kami di sini cari angin. He-he-he-he," ujar Jokowi. "Sore, kalau enggak hujan, udaranya bagus begini, dengan Pak Wapres, bicara banyak persoalan pemerintah, negara, rakyat," lanjut dia.
Demonstrasi 4 November
Salah satu topik yang dibicarakan adalah rencana unjuk rasa organisasi massa Islam di depan Istana, Jumat, 4 November 2016, ini.
Mereka menuntut Presiden turun tangan untuk memidanakan Basuki Tjahaja Purnama atas perkara dugaan penodaan agama.
Soal itu, Kalla yang meresponsnya. Menurut dia, penegak hukum sebenarnya telah melaksanakan tuntutan para pengunjuk rasa, yakni memproses perkara Basuki.
"Kalau masalahnya Ahok, Ahok kan sudah diperiksa saksi-saksinya," ujar Kalla.
Penyidik Bareskrim Polri telah melayangkan panggilan kepada Basuki untuk diperiksa pada Senin (7/11/2016) mendatang.
Selain itu, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian juga telah memastikan bahwa penyidik Polri akan menyelidiki perkara dugaan penodaan agama itu dengan sungguh-sungguh.
"Kapolri juga berjanji untuk betul-betul memeriksa sesuai harapan masyarakat," ujar Kalla.
Namun, jika kelompok pengunjuk rasa masih tetap ingin menyampaikan tuntutannya, pemerintah akan tetap mengakomodasi.
Bagi pemerintah, unjuk rasa semacam itu adalah bentuk berdemokrasi yang biasa. Hanya, unjuk rasa kali ini diyakini akan berjumlah lebih besar dari unjuk rasa sebelumnya.
Lantaran unjuk rasa digelar hari Jumat, Kalla meminta demonstran menghormati hari Jumat sebagai hari ibadahnya umat Muslim.
"Saya yakin betul karena akan dilaksanakan hari Jumat, hari yang mulia, pasti masyarakat yang berdemo harus memaklumi hari Jumat ini hari beribadah, jangan berbuat sebaliknya dari beribadah," ujar Kalla.
(Baca: JK Minta Pengunjuk Rasa Hormati Hari Jumat yang Suci)
"Bahwa ada alasan agama, jangan sampai rusak karena perilaku. Jangan lupa, Islam itu rahmatan lil alamin. Kalau yang merusak, bukan rahmat itu namanya," ujar Kalla.
Kalla juga meminta demonstran mengantisipasi adanya penyusup yang berpotensi mengganggu keamanan.
"Kami minta kepada masyarakat yang berdemo, menjaga masing-masing. Jangan sampai ada penyusupan," ujar dia.
(Baca: Wapres Jusuf Kalla: Jangan Sampai Besok Ada Penyusup...)
Jika penyusup berhasil menciptakan suasana tidak aman, maka akan berimbas pada iklim investasi.
Secara umum, hal itu akan berpengaruh negatif pada ekonomi Indonesia yang sedang tumbuh. "Kalau ekonomi turun, ya (masyarakat) tidak kerja. Jadi nganggur, enggak ada penghasilan. Rakyat susah sendiri," ujar Kalla.
Presiden Jokowi meminta masyarakat DKI Jakarta tidak takut atas unjuk rasa itu. Presiden meminta masyarakat beraktivitas seperti biasanya saja.
"Yang bekerja ya bekerja seperti biasanya. Yang sekolah juga sekolah seperti biasanya," ujar Jokowi.
(Baca: Jokowi: Besok, Bekerja dan Sekolah seperti Biasanya)
Presiden Jokowi dan Wapres Kalla sepanjang Jumat ini akan berkantor di Jakarta seperti biasa.
Saat ditanya mengenai kemungkinan akan menerima perwakilan demonstran, keduanya belum bisa memutuskan. Jokowi mengatakan, lihat hari Jumat saja.
Respons Jokowi-Kalla atas "curhatan" SBY
Dalam sesi wawancara yang sama, Presiden Jokowi dan Wapres Kalla juga merespons pernyataan mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, di media massa beberapa waktu lalu.
Saat jumpa pers di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Rabu (2/11/2016), SBY menanggapi beberapa isu terkini.
Sebagian pernyataan ditujukan kepada pemerintah saat ini. SBY bereaksi atas informasi yang disebutnya berasal dari intelijen bahwa ada parpol yang menggerakkan dan mendanai rencana aksi unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan di Jakarta, Jumat, 4 November 2016.
(Baca: Ini Kata Jokowi-Kalla soal Pernyataan SBY)
SBY juga mengingatkan Polri agar jangan sampai negara "terbakar" terkait proses hukum terhadap Ahok yang dituduh menistakan agama.
Selain itu, SBY mengatakan, Ahok mesti diproses hukum. Bola kini ada di tangan Polri, bukan di tangan Presiden Jokowi atau pihak lain.
Kepolisian harus berhati-hati dalam mengusut kasus Ahok.
Pasalnya, kata dia, jutaan rakyat Indonesia mengikuti proses hukum tersebut lewat media. SBY meyakini, unjuk rasa bakal terus terjadi jika protes tersebut diabaikan penegak hukum.
Pada akhir pernyataannya, SBY juga sempat menyinggung masalah pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, yang belakangan menjadi polemik publik.
SBY mengatakan, ada pihak-pihak yang menuding dia terlibat kasus Munir karena tak kunjung menyerahkan berkas asli rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir.
Atas semua pernyataan SBY itu, Jokowi hanya berkomentar singkat.
"Bagus, sangat bagus," ucap Jokowi.
(Baca: SBY Bicara soal Kasus Ahok dan Isu Lain, Ini Tanggapan Jokowi)
Saat mendengar respons singkat Jokowi itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang duduk di samping Jokowi hanya tertawa.
"Kan memberikan masukan kepada pemerintah," tambah Jokowi.
Khusus soal pernyataan SBY bahwa ada informasi atau analisis intelijen yang menyebutkan partai politik "menunggangi" unjuk rasa 4 November, Jokowi memberikan komentar yang lebih panjang.
"Ya namanya manusia (intel) kan kadang enggak benar. Bisa eror, bisa enggak eror, hehehe," ujar Jokowi.
Kalla kemudian menambahkan bahwa pernyataan SBY merupakan hal yang biasa, tidak perlu direspons berlebihan.
Menurut dia, analisis mengenai informasi intelijen itu berbeda-beda. SBY kemungkinan salah menganalisis informasi intelejen itu.
"Analisis kan boleh berbeda-beda. Mungkin yang ditangkap Pak SBY beda. Analisis kita juga beda. Itu biasa saja," ujar Kalla.
Namun, Kalla memuji kinerja personel intelijen Indonesia. "Kalau negara tidak ada intelijennya, berarti tidak punya mata dan telinga. Intelijen itu maksudnya baik, supaya jangan terjadi (gangguan keamanan)," ujar Kalla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.