JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memasuki pendopo kediamannya dengan menyapa para wartawan, Rabu (2/11/2016) pagi.
Sapaannya ramah, tetapi terkesan tegas. Hal itu seolah menyiratkan apa yang akan ia sampaikan dalam jumpa pers, di kediamannya, di Cikeas, Kabupaten Bogor.
Dengan pembawaan yang tenang, SBY pun berdiri di balik mimbar. Jumpa pers dimulai, tak ada basa-basi.
Topik pembicaraan langsung mengarah pada upaya klarifikasi terhadap sebuah tuduhan terkait aksi unjuk rasa 4 November.
Ia memulai dengan memaparkan situasi politik Indonesia yang menghangat menjelang aksi unjuk rasa 4 November.
(Baca: SBY: Proses Hukum Ahok Tak Boleh Dipengaruhi Pemerintah dan Pendemo)
SBY lantas mengatakan, ada partai politik yang dituduh mendalangi dan mendanai aksi tersebut.
Tak jelas siapa yang dimaksud SBY sebagai pihak yang dituduh mendalangi dan mendanai aksi unjuk rasa besar-besaran tersebut. Tak jelas pula siapa yang menuduh.
Beberapa kali saat menyebut ada partai politik (parpol) yang disinyalir mendanai dan mendalangi aksi tersebut, nada bicara SBY meninggi.
Langit yang teduh dan pendingin ruangan saat itu tampaknya tak mampu mengademkan suasana di pendopo Cikeas yang terasa panas.
(Baca: SBY: Kalau Pendemo Diabaikan, sampai Lebaran Kuda Masih Ada Unjuk Rasa)
Lukisan pemandangan alam yang terpajang persis di balik mimbar tempat SBY berdiri pun tak bisa mencairkan suasana.
Begitu pula mimik wajah para elite Partai Demokrat yang mendampingi SBY pada jumpa pers itu. Semua tampak serius meski kadang diselingi senyum tipis.
Semisal, SBY keseleo lidah menyebut nama putra sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono dan saat hendak menyebut nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Panas dalam hal ini bisa bermakna dua hal.
Pertama tentu menggambarkan udara yang memang terasa panas. Itu terlihat dari SBY yang empat kali menyeka keringatnya dengan sapu tangan.
(Baca: SBY: Kalau Ingin Negara Ini Tidak Terbakar Amarah, Ahok Mesti Diproses Hukum)
Saat hendak menjelaskan alasan warga berdemonstrasi, SBY menyeka keringat. Itu berlanjut pada saat ia hendak memaparkan banyaknya demonstrasi pada eranya, tetapi tak mengganggu kinerja.
Ia kembali menyeka keringat saat hendak menjelaskan proses hukum terhadap Ahok yang merupakan sebuah kewajaran.
Terakhir, SBY menyeka keringat saat menjelaskan keterlibatan dirinya dalam menghadirkan berkas rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Itu disertai dengan nada suaranya yang meninggi, seolah menunjukkan bahwa suasana di pendopo memang "panas".
"Ini enggak salah negara kalau saya justru dijadikan tersangka pembunuhan Munir? Enggak kebalik dunia ini jika SBY dianggap terlibat dalam konspirasi politik pembunuhan Munir. Come on, ayo gunakan akal sehat," kata Presiden keenam RI itu.
(Baca: SBY: Enggak Salah kalau Saya Jadi Tersangka Pembunuhan Munir? "Come On"!)