KAYONG UTARA, KOMPAS.com - Warga Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, kini mempunyai ikon kota baru, yakni Masjid Oesman Al Khair. Masjid yang dibangun di atas laut tepi pantai itu pada Sabtu (15/10/2016) diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Cerita di balik pembangunan masjid itu menarik untuk disimak.
Ide Oesman Sapta
Masjid itu sebelumnya bernama Masjid Al Qudsi. Warga setempat awalnya hanya ingin memperbesar masjid tersebut. Kebetulan, lahan tempat masjid itu berdiri adalah milik Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang. Ia pun melontarkan ide, lebih baik dibuat masjid baru saja.
Setelah adanya komunikasi antara Oesman, masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Kayong Utara, disepakati bahwa masjid itu nantinya akan menjadi Masjid Agung.
"Setelah disepakati, Pak Oesman menghibahkan lahan masjid itu ke Pemerintah Kabupaten," ujar Bupati Kayong Utara Hildi Hamid di sela peresmian Masjid itu, Sabtu (15/10/2016).
Pembangunan masjid tersebut dimulai 2012. Oesman Sapta menggelontorkan dana sebesar Rp 5 miliar sebagai modal awal pembangunan masjid itu.
"Ya karena saat itu pemerintah kabupaten belum punya dana. Maklum kami kan kabupaten baru mekar (baru mekar pada 2007)," ujar Hildi.
Setelah tahun 2012, pemerintah setempat baru dapat menganggarkan pembangunan masjid dengan total Rp 11,5 miliar. Hildi mengatakan, dana pembangunan tidak hanya dari itu. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta delapan BUMN juga ikut membantu pembiayaan pembangunan masjid.
Pada 2015, pembangunan masjid itu rampung. Total dana yang dikeluarkan mencapai Rp 38 miliar. Alokasi anggaran paling mahal adalah pada bagian konstruksi pondasi lantaran bangunan didirikan di atas laut sehingga membutuhkan tiang pancang 23 meter di bawah tanah laut.
"Kami juga minta tolong ke kontraktor lokal untuk membuat jalan masuk. Akhirnya kontraktor urunan juga dengan masyarakat untuk buat jalan," ujar Hildi.
Dipilihnya nama Oesman
Setelah pembangunan masjid rampung, masyarakat kemudian bermusyawarah mencari nama masjid itu. Masyarakat melihat masjid itu merupakan hasil dari kebaikan Oesman Sapta dan akhirnya 'Kebaikan Oesman' sebagai nama masjid.
"Kebetulan, saat itu ada Kyai Said Aqil datang di Kayong. Masyarakat lalu berkonsultasi soal apa bahasa Arabnya 'kebaikan Oesman. Akhirnya dinamailah 'Oesman Al Khair'," ujar Hildi.
"Penjelasannya adalah, yang menilai seseorang baik itu adalah Allah. Namun jika dinamai 'kebaikan Oesman', diharapkan ada banyak Oesman-Oesman yang lain," lanjut dia.
Arsitektur Arab Saudi
Masjid seluas 50x50 meter itu diarsiteki orang Indonesia asli. Oesman tidak mau menyebut siapa arsitek yang dimaksud.
"Pokoknya orang Indonesia-lah," ujar Oesman di kediamannya yang hanya berjarak sekitar 20 meter dari masjid.
Namun, desain umum masjid mengikuti desain arsitektur masjid di Arab Saudi. Lebih spesifik lagi, interior dan eksteriornya mengikuti masjid-masjid di Maroko. Sang arsitek sampai mendatangkan imam besar Masjid Agung Yogyakarta untuk membuat kaligrafi di sekeliling ruangan dalam masjid yang diperkirakan mampu menampung 2.000 jamaah itu.
"Masjid ini menghadap ke arah matahari terbenam sehingga sangat cantik dan khusuk sekali jika sore hari kita merenung di sana," ujar Oesman.
Abdul Sasyid (60) warga Kabupaten Ketapang mengaku gembira atas pembangunan masjid itu. Meski berbeda kabupaten, namun ia mengatakan masjid itu akan menjadi potensi wisata religi yang menarik.
"Kayong Utara ini dulu sepi sekali. Mudah-mudahan dengan masjid ini menjadi ikon kota yang baru, jadinya lebih ramai di sini," ujar dia.
Ia berharap masjid itu dapat mendatangkan ulama-ulama besar untuk memberikan tausiyah kepada warga setempat.
"Meski jaraknya dua jam dari Ketapang, saya pasti akan datang kalau ada tausiyah dari ulama terkenal," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.