JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, banyak terjadi penyimpangan dalam penggunaan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Penyimpangan itu menyebabkan pemerintah mengeluarkan anggaran besar untuk menutupinya.
Ia menjelaskan, pada dasarnya BPJS Kesehatan bertindak layaknya perusahaan asuransi yang bertugas menjamin pelayanan pemilik polis asuransi.
Namun, seringkali BPJS tidak dapat mengontrol seluruh rumah sakit dan puskesmas yang menjadi rekanan mereka.
Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk memantau penggunaan anggaran BPJS.
“Kita ikuti proses otonomi, tapi daerah juga tentu harus melaksanakan dengan efisien. Sehingga, diharap bahwa itu biaya itu dapat diawasi. Karena sekarang banyak terjadi moral hazard di berbagai tingkatan,” kata Kalla, di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Penyimpangan itu tak hanya terjadi di kalangan masyarakat yang menjadi pasien rumah sakit.
Menurut Kalla, puskesmas dan rumah sakit yang menjadi rekanan juga rawan melakukan penyimpangan dengan berbagai cara.
“Nah karena itulah dibebankan tugas-tugas itu kita rendahkan. Daerah harus berpartisipasi jelas gitu kan, mengawasi dan menjalankan delivery-nya,” ujarnya.
Meski ada beban di daerah, Kalla menegaskan, standar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tetap harus mengikuti standar nasional yang telah ditetapkan pemerintah pusat.
Sebelumnya, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto mengatakan, anggaran BPJS Kesehatan defisit hingga Rp 10 triliun.
Untuk mengatasi terjadinya defisit kembali, maka pemerintah pusat berencana membagi tanggung jawab dengan daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.