JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua orang saksi dalam persidangan terhadap terdakwa panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Dua saksi yang dihadirkan, yakni Direktur Utama PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) Rudy Nanggulangi dan Direktur PT MTP Heri Sugiarto.
Keduanya dicecar Jaksa soal keterlibatan sejumlah petinggi Lippo Group dalam perkara suap terhadap Edy Nasution.
Dalam persidangan, Jaksa KPK menanyakan kepada kedua saksi mengenai afiliasi antara PT MTP dengan Lippo Group.
Namun, keduanya memastikan bahwa perusahaanya tidak ada kaitan dengan Lippo Group.
"Kalau hitam di atas putih tidak ada, perusahaan kami adalah listed company, yang berada di bawah PT Multi Prima Sejahtera," ujar Rudy kepada Jaksa KPK.
Jaksa kemudian menanyakan mengenai lokasi kantor PT MTP. Rudy mengakui bahwa pada awalnya kantor PT MTP berlokasi di Gedung Berita Satu, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta.
Namun, menurut Rudy, sejak tahun 2001, PT MTP berkantor di Menara Matahari, Karawaci, Tangerang.
Kedua kantor tersebut merupakan bangunan milik perusahaan di bawah Lippo Group.
Kemudian, Jaksa kembali menanyakan hubungan antara PT MTP dengan Lippo Group.
PT MTP pernah mengadakan joint venture, atau kerja sama dengan Kwang Yang Motor Company, atau perusahaan Kymco yang berada di Taiwan.
Kerja sama keduanya menghasilkan perusahaan baru, yakni PT Kymco Lippo Motor Indonesia.
Jaksa KPK menanyakan, apa sebabnya hingga nama perusahaan kerja sama tersebut menggunakan nama Lippo.
"Katanya PT MTP tidak terafiliasi dengan Lippo, kenapa perusahaan patungan ini menyebut Lippo?" Kata Jaksa KPK.
Rudy mengatakan, pada awalnya PT Multi Prima Sejahtera menggunakan nama PT Lippo Enterprise. Meski demikian, menurut Rudy, secara hukum PT MTP tidak ada kaitan dengan Lippo.
"Itu hanya nama saja, kalau kepemilikan saham tidak ada," kata Rudy.
Dalam persidangan, Jaksa KPK juga memutarkan sejumlah rekaman pembicaraan antara Rudy dan pegawai bagian legal Lippo Group, Wresti Kristian Hesti.
Dalam rekaman tersebut, Rudy dan Hesti menyebut beberapa nama petinggi Lippo Group, di antaranya, Eddy Sindoro, Billy Sindoro, dan Suhendra Atmadja.
Meski demikian, Rudy mengatakan, ketiga petinggi Lippo Group tersebut tidak ada kaitannya dengan PT MTP, maupun pengurusan perkara hukum yang melibatkan PT MTP.
"Mereka (petinggi Lippo Group) tidak ada kaitannya, mungkin Hesti yang berkonsultasi dengan mereka, tapi saya tidak tahu," kata Rudy.
Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase di Singapura, PT MTP dinyatakan wanprestrasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT Kymco sebesar 11.100.000 dollar AS.
Karena PT MTP tidak juga melaksanakan kewajibannya, PT Kymco mendaftarkan putusan itu di PN Jakpus, agar putusan arbitrase dapat dieksekusi di Indonesia.
Menindaklanjuti hal itu, PN Jakpus kemudian mengajukan aanmaning, atau pemanggilan terhadap PT MTP, pada 1 September 2015 dan 22 Desember 2015.
Mengetahui pemanggilan itu, Eddy Sindoro kemudian menugaskan Hesti untuk mengupayakan penundaan aanmaning.
Hesti kemudian bertemu Edy Nasution di Kantor PN Jakpus pada 14 Desember 2015, dan meminta dilakukan penundaan aanmaning.
Namun, Eddy Sindoro dan Rudy Nanggulangi selaku Direktur Utama PT MTP tidak dapat memenuhi panggilan.
Akhirnya, Eddy menugaskan Hesti untuk mengupayakan penundaan pelaksanaan aanmaning, dengan melakukan pendekatan kepada Edy Nasution.
Edy Nasution kemudian menyetujui penundaan aanmaning sampai Januari 2016. Namun, ia meminta imbalan sebesar Rp 100 juta.
Atas persetujuan Eddy Sindoro, Hesti menugaskan Doddy Aryanto Supeno untuk kemudian menyerahkan uang Rp 100 juta kepada Edy Nasution.
Penyerahan uang dilakukan pada 17 Desember 2015, di Hotel Acacia, Jakarta Pusat.
Terhadap pengurusan penundaan aanmaning tersebut, Lippo Group melalui Hesti, atas arahan dari Eddy Sindoro, membuat memo yang ditujukan kepada Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Nurhadi dianggap sebagai promotor yang dapat membantu agar tidak dapat dilakukan eksekusi atas putusan Pengadilan Arbitrase Singapura.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.