Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berlanjutnya Proyek Reklamasi Dikhawatirkan Jatuhkan Wibawa Pemerintah di Mata Korporasi

Kompas.com - 15/09/2016, 18:41 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Ekskutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati mengatakan, langkah pemerintah yang melanjutkan proyek reklamasi di Pulau G, Teluk Jakarta, seperti meruntuhkan wibawa pemerintah di mata korporasi.

Walhi menyesalkan kebijakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang melanjutkan proyek reklamasi, sebab kebijakan itu dianggap melanggar hukum.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelumnya telah memutuskan bahwa proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta ditunda sampai berkekuatan hukum tetap dengan pertimbangan banyaknya perundang-undangan yang dilanggar.

Jika pemerintah tetap melanjutkan proyek reklamasi dan melanggar putusan PTUN, Walhi khawatir korporasi akan memandang pemerintah "sebelah mata".

"Pada akhirnya menjadi sangat wajar jika negara tidak memiliki wibawa di mata korporasi," kata Nur Hidayati, melalui keterangan tertulis, Kamis (15/9/2016).

Nur melanjutkan, majelis hakim berpandangan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan berdampak kerugian bagi para nelayan sebagai penggugat.

Kuatnya keinginan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dianggap Walhi mengindikasikan relasi antara kekuasaan ekonomi dan politik.

"Negara tunduk di bawah kuasa modal," kata dia. (Baca juga: Walhi Nilai Pemerintah Langgar Hukum jika Lanjutkan Reklamasi Teluk Jakarta)

Pemerintah pusat, lanjut Nur, telah gagal memahami bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik adalah hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang.

"Urusan reklamasi kawasan pesisir dan laut bukan hanya perkara teknis yang berujung pada rekomendasi rekayasa teknologi," kata Nur.

Pasalnya, persoalan reklamasi juga melingkupi ruang hidup dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, selain aspek lingkungan hidup.

"Artinya Menko Kemaritiman berpandangan sempit dan bahkan sesat pikir, bahwa persoalan lingkungan hidup dapat diselesaikan secara teknis semata," ujar Nur.

(Baca juga: Ini Wanti-wanti Istana untuk Menteri yang Urus Reklamasi Teluk Jakarta)

Selain itu, tambah Nur, ini juga menandakan Menko Kemaritiman tak memiliki kapasitas mengenai perencanaan dan pembangunan sebuah kawasan yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Selain itu, Walhi khawatir praktik pemerintah pusat ini dijadikan contoh oleh pemerintah daerah yang tengah gencar melakukan reklamasi.

Ini seperti di Teluk Benoa, Makassar, Teluk Palu, Teluk Kendari, Manado, Balikpapan, dan Maluku Utara.

"Ini juga akan memberi contoh bagi pemda yang menyediakan kawasan untuk diambil tanah dan pasirnya sebagai bahan material reklamasi, antara lain dari Banten, NTB, Jawa Timur, dan Jawa Barat," kata Nur Hidayati.

Luhut sebelumnya menyatakan, ada tiga alasan mendasar di balik keputusan dilanjutkannya proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

Pertama, kelanjutan reklamasi dianggap sebagai kepentingan DKI Jakarta dan kepentingan nasional.

Kedua, mengantisipasi sumber air yang semakin berkurang. Bendungan yang nantinya akan dibuat, kata Luhut, dapat menambah sumber air.

Adapun pertimbangan ketiga adalah menghindari rob atau banjir air laut. (Baca: Ini Tiga Alasan Melanjutkan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Versi Luhut)

Kompas TV Nelayan Minta Menko Kemaritiman Tidak Teruskan Proyek Reklamasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com