Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Artidjo Kerap Tambah Hukuman Koruptor di Tingkat Kasasi

Kompas.com - 13/09/2016, 10:10 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

Sumber Kompas TV

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Agung Artidjo Alkostar dikenal "galak" dalam memberikan hukuman kepada terdakwa kasus korupsi yang mengajukan kasasi.

Dia kerap menambah hukuman bagi mereka yang justru berharap hukumannya dikurangi, bahkan dibebaskan. 

Artidjo mempunyai alasan dia sering memutuskan untuk memperberat hukuman koruptor.

Menurut dia, penegakan kebenaran dan keadilan sesuai fakta yang obyektif dan meluruskan penerapan pasal-pasal yang relevan sesuai kasus menjadi alasan hukuman terhadap koruptor yang mengajukan kasasi justru dinaikkan.

(Baca: Artidjo Alkostar: Keadilan Itu di Dalam Hati)

Penambahan lama maupun jumlah hukuman kepada koruptor, kata Artidjo, dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.

Artidjo kemudian menjelaskan perbedaan substansial dalam isi Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) meskipun sekilas hampir sama.

Dua pasal itu bisa membuat perbedaan hukuman terhadap terdakwa. 

"Pasal 3 itu kualifikasinya, unsurnya, setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, menguntungkan diri sendiri, merugikan keuangan negara," kata Artidjo dalam program acara Satu Meja bertajuk "Palu Godam Hakim Artidjo" yang disiarkan Kompas TV, Senin (12/9/2016) malam.

"Pasal 2, itu adalah melawan hukum, memperkaya diri sendiri, merugikan keuangan negara," tambah dia.

Hakim Agung di kamar pidana MA, kata Artidjo, sepakat bahwa korupsi di atas Rp 100 juta terbilang signifikan dan masuk kategori memperkaya diri sendiri.

Maka dari itu, penambahan hukuman bagi koruptor yang mengajukan kasasi memiliki alasan kuat.

Ia juga mengatakan, di sisi lain, sebagian hakim pengadilan di bawah MA, salah satunya Pengadilan Tipikor, kurang tepat menjerat pelaku.

Biasanya pelaku yang korupsinya terbilang besar atau signifikan justru dijerat dengan Pasal 3 UU Tipikor.

(Baca: Upaya Koruptor demi Hindari Palu Artidjo)

"Yang (pengadilan) di bawah (MA) itu biasanya lebih banyak (menjerat pelaku dengan) Pasal 3," kata dia.

"Jadi, misalnya begini, korupsi Rp 500 juta itu dikatakan dia menguntungkan (oleh Pengadilan Tipikor). Padahal, itu di Mahkamah Agung, di kamar pidana, itu sudah dikategorikan memperkaya, baik dilakukan orang lain maupun korporasi," tutur Artidjo.

Maka dari itu, MA mencoba meluruskan kembali pasal yang seharusnya dikenakan kepada koruptor. "Di MA kalau sudah masuk di Pasal 2 (UU Tipikor), itu pasti minimum (vonis) adalah empat tahun," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com