JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan, banyak kegiatan pelestarian kebudayaan di Indonesia yang memerlukan landasan hukum.
Meski terdapat beberapa Undang-Undang seperti UU Nomor 11 Tahun 2010 tantang Cagar Budaya, menurut dia, masih terdapat elemen pelestarian kebudayaan yang belum memiliki landasan hukum.
"Tata kelola kebudyaan mungkin yang paling menonjol karena misalnya sekarang kita punya beberapa taman budaya, cagar budaya, pusat kesenian dan sebagainya di daerah. Hanya saja landasan hukum untuk kelola semua ini belum jelas, tergantung pada daerah masing-masing," kata Hilmar saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Walaupun di daerah telah terdapat beberapa peraturan seperti peraturan gubernur, Hilmar menilai landasan yang lebih solid untuk pastikan adanya dukungan daerah pada kebudyaan dan kesenian secara khusus belum ada.
"Kami ingin ada pasal-pasal di RUU Kebudayaan ini yang memastikan dukugan sumber daya finansial, orang, kelembagaan, dari daerah untuk kemajuan kebudayaan," ucap Hilmar.
Hilmar menuturkan, saat ini Dewan Perwakilan Rakyat tengah melakukan pembahasan RUU Kebudayaan. Dalam rapat kerja, lanjut Hilmar diputuskan dibahas dalam panitia kerja.
Dia menyebutkan, pembatasan anggaran yang tengah dilakukan oleh pemerintah sangat berdampak bagi investasi di bidang kebudayaan. Akibatnya, anggaran untuk bidang kebudayaan menjadi sangat kecil.
"Kalau misalkan dihitung Ditjen Kebudayaan Rp. 1,8 triliun per tahun dibagi rata dengan penduduk, maka dapat angka per orang investasi di bidang kebudayaan RP 7000 perorang per tahun," ujar Hilmar.
Hilmar berharap DPR dapat mengesahkan RUU Kebudayaan pada akhir tahun 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.