Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan Visual di Media Sosial

Kompas.com - 31/08/2016, 22:17 WIB

Mengutip kabar berita yang disiarkan Kompas.com (2/8/ 2016), polisi berhasil membekuk tersangka penyebar ujaran kebencian di media sosial. Penangkapan tersangka berinisial AT (41), warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, terkait dengan gegeran di Tanjung Balai, Sumatera Utara.

”AT menyebarkan ujaran kebencian di akun Facebook pribadinya. AT menuliskan ujaran kebencian itu pada hari Minggu (31/7/2016),’’ kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi di Markas Polda Metro Jaya.

Pembibitan tunas kekerasan

Kekerasan sosial yang mengeras seperti yang terjadi di Tanjung Balai adalah fenomena kekerasan sosial yang secara visual  layak jual. Media sosial membungkus kekerasan visual yang mengeras itu menjadi sebuah komoditas yang laris manis untuk dikomodifikasikan. Bentuk konkret komodifikasi kekerasan visual yang disuguhkan media sosial secara detail dan vulgar lewat kotak komentar.

Efek dari komodifikasi kekerasan visual itu ditengarai menjadi semacam pembibitan baru bagi tunas kekerasan verbal visual edisi berikutnya. Dalam kesehariannya, mereka senantiasa menggali energi negatif berwajah tabiat kasar. Visualisasinya digambarkan sebagai sosok figur maskulin. Mereka suka berteriak lantang guna memaksakan kehendaknya.

Mereka memosisikan kekerasan visual sebagai bahasa baru. Ketika kekerasan visual sebagai bahasa baru dianggap mampu menyelesaikan setiap permasalahan sosial yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Pada periode selanjutnya, bentrokan massal diyakini menjadi ”solusi cantik”.  Muaranya, ia dimitoskan menjadi jalan keluar yang mampu membebaskan libido kekerasan para pelaku kekerasan.

Dari sudut perspektif komunikasi visual, hal itu nyata terlihat manakala tarikan urat otot emosional menjadi andalan keterlibatannya dalam konflik horizontal. Dampak psikologisnya, orang gampang tersinggung hanya karena membaca sepenggal kalimat atau mengeja sebaris narasi verbal. Kata yang disuarakan tanpa intonasi dan ujaran yang dituliskan nirekspresi berubah menjadi pedang trisula.

Keberadaannya  dengan cepat merobek jantung emosi  siapa pun yang panas hati.  Mereka yang terprovokasi  penampakan visual ujaran kebencian itu dengan ringan hati segera memuaskan dirinya. Demi  memuaskan ketidakpuasannya,  mereka meregangkan otot emosi sembari mengayunkan tangan besi untuk menghancurkan apa saja yang ada di sekitarnya.

Bagaikan penonton bola

Hadirnya media sosial di ruang publik virtual awalnya dimanfaatkan sebagai ajang merepresentasikan diri manusia sebagai makhluk sosial. Belakangan ini, pengguna media sosial saat berinteraksi virtual acap kali  memosisikan dirinya sebagai penonton pertandingan bola.

Secara virtual, ciri penonton bola senantiasa membayangkan dirinya bagaikan pemain bola profesional. Ia merasa mampu memprediksi ke mana larinya bola di lapangan hijau. Ia sanggup menggiring bola untuk mengelabui lawan main. Hal sama terjadi  di dunia media sosial. Atas status apa pun yang melenting di lini masa, para pemain media sosial sanggup mengomentarinya berdasarkan subyektivitas diri pribadi.  Di sisi lain, para pemain media sosial  menjadi sangat agresif dan emosional saat menuliskan pendapatnya di kotak komentar.

Mereka dengan gagah berani menjalankan perang komentar di antara komentator. Mereka terlibat adu  nyinyir untuk menyinyiri komentar yang satu dengan komentator lainnya berdasarkan subyektivitas dalil pembenaran. Pada titik ini, fungsi proses komunikasi ditenggelamkan ke dasar lautan. Mereka menjadi sekelompok manusia modern yang sangat egois. Mereka berkehendak untuk memaksakan kehendaknya yang diyakini benar dan masuk akal.

Mereka tidak mengejar  interaksi sosial dalam kemasan tayangan media sosial. Mereka semata-mata mengejar jumlah perolehan like atau mendapatkan jumlah ikon jempol biru. Semakin kontroversial status yang ditulis, semakin panas ujaran kebencian yang dibagikan. Semakin nyinyir menuliskan komentar, semakin terkenal dan hebatlah oknum pemain media sosial tersebut.

Pintu kehendak baik

Menjalankan proses interaksi sosial secara virtual di media sosial ibarat menelanjangi diri sendiri. Seperti inilah tubuhku. Seperti inilah wajahku. Seperti inilah kepribadianku. Seperti inilah pemikiranku. Silakan lihat diriku. Atas diriku, semuanya terbuka selebarnya. Lewat pergaulan di media sosial, para netizen menyatakan dirinya bukan lagi menjadi milik privat atas dirinya.  Dengan demikian, suka tidak suka, para netizen senantiasa  membuka dirinya untuk bersedia dikomentari. Rela untuk  dilihat dan dipelototi orang lain.

Lalu bagaimana mengontrol  muncul tebaran ujaran kebencian yang seolah benar adanya? Bagaimana mengatasi terjadi perang komentar antara komentator yang satu dan komentator lainnya? Bagaimana pula upaya mengendalikan nyinyirisme yang keberadaannya mengiris perasaan netizen lainnya?

Semuanya bergantung pada pintu kehendak baik para netizen.  Semuanya berpulang pada niatan pemilik akun media sosial tersebut.  Apakah semua yang ada pada dirinya akan dibagikan seluruhnya. Apakah semua yang dimiliki, dirasakan, dibayangkan, direncanakan, dan dicita-citakan akan diunggah di media sosial. Ataukah warta dan informasi tertentu saja yang layak dikonsumsi untuk publik?

Kata kuncinya agar tidak menyesal di kemudian hari, bijaklah membuka pintu kehendak baik saat berkomunikasi di media sosial.

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian "Kompas" edisi 31 Agustus 2016, di halaman 7 dengan judul "Kekerasan Visual di Media Sosial"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Nasional
Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Nasional
Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Nasional
Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Nasional
PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

Nasional
Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Nasional
Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com