Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penuntasan Kasus Pelanggaran Berat HAM Tunggu Kemauan Politik Presiden

Kompas.com - 24/08/2016, 19:00 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.

Desakan tersebut menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM) terhadap UUD 1945 pada Selasa (23/8/2016).

Wakil Koordinator bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani mengatakan, selama ini hasil penyelidikan Komnas HAM terkait sejumlah kasus pelanggaran berat HAM tidak diproses dalam tahap penyidikan oleh Kejaksaan Agung.

Kejaksaan Agung selalu melontarkan berbagai macam alasan, salah satunya pengadilan HAM adhoc sebagai landasan dalam melakukan penyidikan belum terbentuk.

Sementara itu, dalam UU Pengadilan HAM menyebutkan bahwa Presiden berwenang mengeluarkan Keppres untuk pembentukan pengadilan HAM adhoc.

DPR juga telah membuat rekomendasi terkait hal tersebut.

“Presiden tidak boleh lagi menghindar untuk membuat Keppres pengadilan HAM adhoc,” ujar Yati, saat ditemui di Kantor Kontras, Kramat, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016).

Yati mengatakan, sesungguhnya penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu sudah tidak berada di wilayah yuridis, melainkan pada kemauan politik dari pemerintah.

Hal tersebut juga tercantum dalam bagian pertimbangan putusan MK atas permohonan uji materiil UU Pengadilan HAM.

Dalam catatan Kontras, terdapat tujuh berkas pelanggaran HAM berat yang kasusnya berhenti di Kejaksaan Agung.

Menurut Yati, selama ini terjadi praktik bolak-balik berkas antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung mengakibatkan peniadaan hak konstitusi korban pelanggaran HAM.

Kejaksaan Agung, kata Yati, selalu mengemukakan alasan yang tidak konsisten saat mengembalikan berkas penyidikan ke Komnas HAM.

Dari beberapa kali pengembalian berkas, Kejaksaan Agung mempersoalkan belum terbentuknya pengadilan HAM ad hoc sebagai landasan dalam melakukan penyidikan dan sejumlah alasan formil lainnya, seperti tidak lengkapnya identitas.

"Dari 7 berkas kasus pelanggaran HAM berat, setidaknya ada 3 berkas kasus yang dibolak-balik, yaitu kerusuham Mei 1998, penghilangan paksa 1997/1998 dan Talangsari 1989," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Divisi Pemantauan Anti Impunitas Kontras, Feri Kusuma.

Menurut Feri, Keppres pembentukan pengadilan HAM ad hoc menjadi tolok ukur apakah Presiden Joko Widodo mau memenuhi janjinya.

Jika Presiden tidak segera menerbitkan Keppres, Feri menilai, negara sudah melakukan pelanggaran hak konstitusional korban karena tidak memberikan kepastian hukum.

“Tidak dibenarkan jika Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dibiarkan berdebat terus, sementara presiden tidak mengambil tindakan. Tindakan dan dukungan politik presiden tetap diperlukan,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com