BATAM, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie mengatakan, Keimigrasian bisa berperan untuk mencegah pergerakan para anggota kelompok teror.
Selama ini banyak WNI bergabung dengan berbagai kelompok teror di negara lain.
Selain itu, tak sedikit pula WNA yang bergabung dengan kelompok teror di Indonesia.
“Layanan keimigrasian punya sistem berlapis untuk mencegah,” ujar Ronny, Senin (8/8/2016) malam, di Batam, Kepulauan Riau.
Ditjen Imigrasi bekerja sama dengan lembaga setara di negara-negara lain untuk saling bertukar informasi soal orang yang dicurigai akan atau sudah bergabung kelompok teror.
WNA yang terdata dalam daftar merah, akan ditangkal saat akan masuk Indonesia.
Sementara, WNI yang dicurigai akan dicekal.
“Ada juga yang sudah di luar negeri lalu dipulangkan seperti dari Singapura beberapa waktu lalu,” ujar Ronny.
Pencegahan berlapis juga dilakukan sejak pengajuan permohonan paspor.
Oleh karena itu, Ronny berharap masyarakat memaklumi jika pemohon paspor harus melewati pemeriksaan rinci.
“Tidak ada maksud mempersulit. Justru ini demi keamanan semua,” kata dia.
Namun, Ditjen Imigrasi tidak bisa serta merta mencegah apalagi sampai mencabut paspor WNI.
Pencegahan atau pencekalan seseorang yang terindikasi menjadi anggota kelompok teror harus atas permintaan pihak lain.
“Untuk WNI, harus ada permintaan dari kepolisian, BNPT, ada lembaga berwenang lain. Untuk warga asing, berdasarkan informasi dari negara lain,” ujar Ronny.
Ditjen Imigrasi, lanjut Ronny, tidak bisa seperti otoritas Malaysia yang mencabut paspor sejumlah warga negaranya karena terbukti bergabung dengan kelompok teror.
Baru-baru ini, puluhan warga Malaysia dicabut paspornya karena terindikasi kuat bergabung dengan kelompok teror.
“Indonesia punya aturan hukum sendiri,” kata dia. (RAZ)