Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Freddy Tinggalkan Sejuta Tanya

Kompas.com - 08/08/2016, 11:11 WIB

Oleh: Rini Kustiasih

Dalam sepekan terakhir, publik disuguhi polemik soal pengakuan Freddy Budiman yang disampaikan kepada aktivis hak asasi manusia, Haris Azhar, tentang keterlibatan aparat kepolisian, BNN, dan TNI dalam kasus narkotika.

Publik dibuat kaget, tetapi juga geram karena pengakuan itu baru ramai di jagat media setelah terpidana mati kasus narkotika itu dieksekusi. Sejuta tanya akhirnya menguap ke udara.

Di tengah melubernya informasi mengenai kisah Freddy itu, dan entah sejauh mana kebenarannya, telepon seluler Haris Azhar kian sering berdering.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (Kontras) itu kerap menerima telepon, pesan singkat, pesan melalui aplikasi Whatsapp, pesan Blackberry (BBM), dan tanggapan lainnya melalui akun media sosialnya di Twitter dan Facebook.

”Bang, ada masalah apa? Kok ramai di media?” ucap Haris menirukan bunyi pesan di ponselnya. Haris lalu diam sejenak, dan cepat-cepat membalas pesan itu.

”Tidak terhitung berapa banyak korban dampingan Kontras dari Papua, Ambon, NTT, Bengkulu, sampai petani Batang (Jawa Tengah), yang bertanya, memberi tanggapan atau dukungan. Ibu saya juga sampai menelepon dan beliau berpesan, kalau jujur harus maju terus, enggak boleh takut,” ujarnya yang ditemui di lantai dua kantor Kontras, Jalan Kramat Raya II, Jakarta, Jumat (5/8) pagi.

Haris baru saja datang di kantornya. Sayup-sayup dari bawah terdengar suara orang berceramah tentang demokrasi dan HAM.

Pagi itu, puluhan pemuda mengikuti pendidikan HAM yang rutin diadakan Kontras setiap tahunnya. Kegiatan itu berlangsung penuh selama tiga minggu.

Di lantai atas, di loteng dengan pemandangan bebas ke luar itu, Haris membantah berita yang berseliweran belakangan ini.

”Saya bukan tersangka. Saya ini terlapor. Tidak jelas siapa yang melaporkan saya mencemarkan nama baik TNI, Polri, dan BNN. Kabarnya purnawirawan TNI, Polri, dan BNN,” ungkapnya.

Kontraproduktif

Hal yang disayangkan Haris, mengapa malah dirinya yang dilaporkan mencemarkan nama baik polisi, BNN, dan TNI. Mengapa bukan kisah Freddy yang ditelusuri.

”Apa yang saya tulis di medsos itu sejatinya mengonfirmasi apa yang selama ini dipikirkan publik. Publik dari dulu curiga aparat ’bermain’ dalam peredaran narkotika. Selalu ada kecurigaan semacam itu, dan seolah terkonfirmasi saat ada pengakuan Freddy yang saya tulis,” katanya.

Persepsi itu juga dinyatakan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra yang menilai sikap defensif lembaga negara justru kontraproduktif.

”Penetapan Haris sebagai terlapor itu kontraproduktif. Selama ini publik mencurigai aparat. Kecurigaan itu seharusnya diatasi dengan menindaklanjuti informasi Haris. Ini momentum bagi aparat negara untuk bersih-bersih dari narkoba,” katanya.

Di dalam pengakuannya kepada Haris, Freddy mengatakan, selama bertahun-tahun ia memberikan keuntungan Rp 450 miliar kepada BNN, dan memberikan Rp 90 miliar kepada pejabat tertentu di Polri.

Freddy juga pernah mengangkut narkotika bersama seorang aparat TNI berbintang dua menggunakan mobil fasilitas TNI dari Medan ke Jakarta dengan aman.

Terpidana mati karena impor 1,4 juta pil ekstasi dari Tiongkok itu menceritakan dirinya diminta oknum polisi melarikan diri dari penjara, dan akhirnya dia diperas. Freddy mengaku kerap dititipi harga narkotika oleh aparat polisi, TNI, dan bea cukai.

”...Saya hanya butuh Rp 10 miliar, barang saya datang. Dari keuntungan penjualan, saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu,” kata Freddy seperti ditulis Haris.

Terkait dengan informasi tersebut, tim internal sejumlah instansi bergerak. Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, tim internal TNI berupaya mencari Serma Supriadi, oknum Badan Intelijen Strategis, yang dihukum 7 tahun karena terlibat jaringan Freddy.

Tim dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pun bergerak ke Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, mencari informasi pencopotan kamera pengawas di sel Freddy (Kompas, 5/8).

Pesan tersampaikan

Keputusan Haris mengunggah kisah pertemuannya dengan Freddy tahun 2014 itu pun menuai kritikan lantaran dinilai terlambat.

Kisah Freddy itu diunggah Haris pada Kamis (28/7) sekitar pukul 20.00 atau empat jam sebelum eksekusi.

Mula-mula pesan itu disebar di Whatsapp dan fan page Facebook Kontras. Medsos mulai ramai membahas isu ini pada Jumat pagi pasca eksekusi, dan terus bergulir hingga akhir pekan ini.

Tersebar pula meme yang membandingkan pernyataan Haris dengan Kepala BNN Budi Waseso tentang dugaan keterlibatan oknum BNN, Polri, dan TNI dalam peredaran narkoba.

Meme itu mengutip pernyataan Budi Waseso tentang sulitnya pemberantasan narkoba karena ada oknum TNI, Polri, dan BNN yang bermain.

Pernyataan dari dua pihak yang berbeda itu tidak bertolak belakang, tetapi publik menggugat mengapa Haris dilaporkan secara pidana.

Reaksi publik juga tampak di Twitter. Cuitan dengan tagar #SayaPercayaKontras menjadi salah satu topik terpopuler dalam sepekan terakhir. Hingga 4 Agustus, tagar itu digunakan sedikitnya 3.800 kali.

Menurut ahli komunikasi massa dari Universitas Airlangga, Surabaya, Suko Widodo, pilihan Haris menyebarkan informasi Freddy tidak melalui polisi (aparat negara), legislatif, ataupun eksekutif menandakan minimnya kepercayaan kepada lembaga-lembaga negara.

”Penggunaan medsos oleh Haris sebetulnya pendekatan yang hampir frustrasi karena ia tidak yakin pesannya sampai jika melalui lembaga resmi. Medsos adalah kanalisasi pesan Haris. Sifat medsos yang tanpa editing memberi kebebasan siapa saja memproduksi dan menyebarkan cerita kepada publik. Karakter ini tidak terwadahi lembaga negara, termasuk media arus utama,” ujar Suko.

Pesan itu, menurut Haris, juga disampaikan kepada Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi. Haris bertemu Johan pada Senin atau empat hari sebelum eksekusi.

”Juru bicara BNN, Slamet Pribadi, juga sudah tahu sebelum pesan diunggah. Ada cukup waktu sebenarnya untuk menyampaikan hal ini kepada pembuat kebijakan,” katanya.

Benar tidaknya pengakuan Freddy kepada Haris tetap menjadi tanda tanya. Freddy tak bisa lagi ditanyai.

Yang pasti, kebenaran tak akan terungkap hanya dengan membaca dan berkomentar di medsos. Pesan itu perlu dikonfirmasi kebenarannya di dunia nyata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama 'Saya Ganti Kalian' di Era SYL

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama "Saya Ganti Kalian" di Era SYL

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Langsung Pengelolaan Blok Rokan Pekan Ini

Jokowi Bakal Tinjau Langsung Pengelolaan Blok Rokan Pekan Ini

Nasional
Soal Jampidsus Dikuntit Densus 88, Anggota Komisi III DPR: Tak Mungkin Perintah Institusi

Soal Jampidsus Dikuntit Densus 88, Anggota Komisi III DPR: Tak Mungkin Perintah Institusi

Nasional
SYL Disebut Pernah Perintahkan Kirimkan Bunga dan Kue Ulang Tahun untuk Pedangdut Nayunda Nabila

SYL Disebut Pernah Perintahkan Kirimkan Bunga dan Kue Ulang Tahun untuk Pedangdut Nayunda Nabila

Nasional
UKT Batal Naik, Stafsus Jokowi Dorong Dasar Hukumnya Segera Dicabut

UKT Batal Naik, Stafsus Jokowi Dorong Dasar Hukumnya Segera Dicabut

Nasional
Pemilu 2024, Menghasilkan Apa?

Pemilu 2024, Menghasilkan Apa?

Nasional
20 Tahun Perkara yang Ditangani KPK Terancam Tidak Sah gara-gara Putusan Gazalba Saleh

20 Tahun Perkara yang Ditangani KPK Terancam Tidak Sah gara-gara Putusan Gazalba Saleh

Nasional
Ditawari oleh Anak SYL, Wambendum Nasdem Akui Terima Honor Rp 31 Juta Saat Jadi Stafsus Mentan

Ditawari oleh Anak SYL, Wambendum Nasdem Akui Terima Honor Rp 31 Juta Saat Jadi Stafsus Mentan

Nasional
Di Sidang SYL, Partai Nasdem Disebut Bagikan 6.800 Paket Sembako Pakai Uang Kementan

Di Sidang SYL, Partai Nasdem Disebut Bagikan 6.800 Paket Sembako Pakai Uang Kementan

Nasional
Narkopolitik, Upaya Caleg PKS Lolos Jadi Anggota Dewan di Aceh Tamiang

Narkopolitik, Upaya Caleg PKS Lolos Jadi Anggota Dewan di Aceh Tamiang

Nasional
Cucu SYL Bantah Pakai Uang Kementan untuk Biayai Perawatan Kecantikan, tapi...

Cucu SYL Bantah Pakai Uang Kementan untuk Biayai Perawatan Kecantikan, tapi...

Nasional
Ahmad Sahroni Disebut Kembalikan Uang Kementan Rp 820 Juta untuk NasDem Usai Diminta KPK

Ahmad Sahroni Disebut Kembalikan Uang Kementan Rp 820 Juta untuk NasDem Usai Diminta KPK

Nasional
Anak SYL Akui Terbiasa Terima Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan, Hakim: Tahu Tidak Itu Kebiasaan Buruk?

Anak SYL Akui Terbiasa Terima Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan, Hakim: Tahu Tidak Itu Kebiasaan Buruk?

Nasional
ICW Desak KPK Ajukan Banding Usai Hakim Bebaskan Gazalba Saleh di Putusan Sela

ICW Desak KPK Ajukan Banding Usai Hakim Bebaskan Gazalba Saleh di Putusan Sela

Nasional
MA Tunggu Aduan KPK, Usai Meminta Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh Diperiksa

MA Tunggu Aduan KPK, Usai Meminta Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com