JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan cuti bagi calon petahana yang kembali maju dalam pilkada digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengajukan uji materi terhadap pasal UU Pilkada yang mengatur cuti bagi calon petahana saat kampanye.
Ahok keberatan dengan aturan tersebut karena masa kampanye Pilkada DKI 2017 akan bersamaan dengan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono mengatakan, jika kepala daerah cuti saat pilkada, maka akan digantikan oleh wakilnya.
Jika wakilnya juga maju pilkada, maka Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk pengganti posisi kepala daerah, dalam hal ini Ahok.
"Plt masih bisa melakukan (tugas) sebagaimana seorang gubernur. Termasuk membahas dan menandatangani Perda," ujar Sumarsono, saat dihubungi, Kamis (4/8/2016) malam.
Saat gubernur cuti, maka otomatis statusnya tak lagi sebagai kepala daerah, sehingga kewenangan serta fasilitas yang melekat juga akan gugur.
Aturan mengenai kewajiban kepala daerah harus mundur jika mengikuti pilkada, tercantum pada Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada.
Disebutkan bahwa seorang kepala daerah berhak mencalonkan kembali dalam pilkada di daerah yang sama.
Namun, selama kampanye harus menjalani cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Alasan aturan cuti bagi petahana
Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menuturkan, kebanyakan petahana memanfaatkan fasilitas yang melekat untuk kampanye pribadi.
Hal inilah yang menjadi dasar adanya aturan cuti kampanye dalam UU Pilkada.
"Selama ini incumbent di seluruh Indonesia memanfaatkan posisi sebagai petahana untuk kepentingan pemenangan. makanya sebagian besar incumbent menang dan lebih mudah, dan lebih murah karena enggak pakai uang pribadi," kata Riza.
Ia menjelaskan, salah satu kewenangan kepala daerah yang menjadi celah adalah kewenangan melakukan mutasi pegawai.
Pegawai yang dianggap tidak kooperatif bisa dicopot.
"Mereka dianggap harus dukung incumbent atau diganti," lanjut dia.
Mutasi juga kerap digunakan sebagai celah penarikan uang. Misalnya, seseorang yang mau menjadi kepala dinas diminta menyetor sejumlah uang tertentu.
Adapun Plt kepala daerah tak memiliki kewenangan dalam melakukan mutasi pegawai.
Dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipaparkan kewenangan bagi Plt kepala daerah.
Plt kepala daerah dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, serta membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Ketentuan tersebut dapat dikecualikan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri.
Riza menambahkan, suatu institusi pemerintahan tak berjalan sendiri melainkan tim.
Suatu agenda pemerintahan juga tak akan lumpuh hanya jika kepala daerahnya cuti.
"Itu kan alasan Ahok saja enggak mau hilang kewenangannya," ujar Riza.
"Memang di aturan itu, Plt tidak bisa mengambil kebijakan-kebijakan strategis. Tapi bukan berarti ada pembahasan APBD terus kamu enggak mau mundur. Enggak bisa," sambung Politisi Partai Gerindra itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.