Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Mati di Mata Hendropriyono

Kompas.com - 29/07/2016, 21:11 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Badan Intelejen Negara, A.M. Hendropriyono menilai bahwa Indonesia punya standar untuk menerapkan hukuman mati.

Ia menjelaskan, setiap hukuman memiliki penilaian yang didasarkan pada sebuah prinsip, yakni moral atau etika. Di Indonesia, hukuman mati didasarkan pada moral.

Sementara kalangan pengkritik mengacu pada pertimbangan etika yang sifatnya universal. Maka dari itu, di Indonesia, hukuman mati masih bisa diterapkan.

"Kalau tataran moral bangsa kita itu hukuman mati masih bisa dilaksanakan maka dilaksanakan. Tapi kalau tataran etika, itu kan universal yang lihat," ujar Hendropriyono usai menghadiri peluncuran buku "Sengketa di Lanud Halim Perdana Kusuma" di Klub Eksekutif Persada, Jakarta Timur, Jumat (29/7/2016).

Ia juga menganalogikan hukuman mati dengan seseorang yang berwatak buruk. Menurut Hendropriyono, orang tersebut pantas mendapatkan hukuman.

"Kalau ada orang yang sejak lahir jadi pembunuh, untuk apa dipelihara. Kalau pada tataran moral kita (di Indonesia), ya matiin saja orang itu. memang sudah jahat lahirnya," kata dia.

Sementara bagi mereka yang menolak dan mendasarkan pertimbangan hukuman mati berdasarkan etika, mencabut nyawa seseroang hanya boleh dilakukan Tuhan.

"Di internasional kan tidak, karena yang boleh mencabut nyawa orang kan cuma Tuhan, jadi enggak bisa dihukum mati sama orang," kata dia.

Maka dari itu, lanjut dia, adanya pro dan kontra terkait hukuman tersebut itu menjadi tugas pemerintah menyinkronisasi keduanya.

Menurutnya, hal substansial yang perlu dilihat dari penerapan hukuman mati adalah bagaimana keadilan tetap dapat ditegakkan di Indonesia.

Selain itu, yang menjadi pertimbangan tepat atau tidaknya hukuman mati diterapkan yakni terkait proses penangkapan hingga eksekusinya.

"Kita harus lihat secara jujur, kalau di kita (Indonesia) masih ada salah tangkap - salah tengkap ya tentu saja kita janganlah ikut-ikut pro untuk hukum mati," kata dia.

Eksekusi mati tahap III akhirnya dilakukan dini hari. Eksekusi dilakukan terhadap empat dari 14 terpidana mati yang direncanakan dieksekusi. Untuk sementara 10 lainnya ditangguhkan.

Jelang pelaksanaan eksekusi mati, muncul berbagai masukan dan kritik baik dari dalam maupun luar negeri. Presiden ketiga RI BJ Habibie, misalnya, menyurati Presiden Joko Widodo agar meninjau kembali keputusan eksekusi mati terhadap terpidana mati asal Pakistan, Zulfiqar Ali.

Dalam surat tersebut, Habibie mengatakan, dari laporan para advokat dan lembaga swadaya masyarakat yang telah mempelajari kasus-kasus hukuman mati, Zulfiqar tidak bersalah.

Habibie juga meminta Jokowi untuk mempertimbangkan kembali penetapan kebijakan moratorium pada hukuman mati.

Menurut dia, lebih dari 140 negara di dunia sudah menerapkan kebijakan moratorium atau penghapusan hukuman mati. Ia mengaku tahu betul tantangan narkoba di Indonesia.

Kompas TV Eksekusi Mati Jilid III Telah Dilaksanakan


Politisi senior Partai Golkar itu pun meragukan bahwa hukuman mati dapat mengurangi peredaran narkoba dan penggunaan ilegal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

Nasional
Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com