Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yayasan IPT 1965 Serahkan Laporan Putusan Den Haag ke Komnas HAM

Kompas.com - 25/07/2016, 16:20 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Yayasan IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana menyerahkan salinan lengkap putusan final International People Tribunal (IPT) 1965 kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Senin (25/7/2016).

Ia mengatakan, hasil penyelidikan menunjukkan sejumlah pelanggaran dalam kasus tersebut.

Pelanggaran itu di antaranya yakni pembunuhan massal terhadap 300 hingga tiga juta orang.

"Data yang masih disepakati saat ini 500 ribuan orang," ujar Nursyahbani, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. 

Selain itu, ada pelanggaran terkait hukuman tanpa proses atau tanpa surat pemberitahuan.

Hukuman yang diterima korban mulai dari 1-15 tahun, dan lebih dari 15 tahun. Perbudakan dan kerja paksa yang terjadi di Pulau Buru juga tercatat dalam laporan ini.

Hasil penyelidikan juga menyatakan terjadi penyiksaan, khususnya di tempat penahanan, serta penghilangan secara paksa.

Hingga saat ini, banyak keluarga korban belum mengetahui keberadaan anggota keluarganya yang hilang tersebut.

Pengasingan terhadap mahasiswa Indonesia di luar negeri saat itu juga tercatat sebagai pelanggaran HAM.

Mereka adalah mahasiswa ikatan dinas yang dikirim oleh Presiden Soekarno yang dianggap bersalah secara politik atas peristiwa 1 Oktober 1965.

"Pengasingan, persisnya adalah pencabutan paspor terhadap generasi muda terbaik yang dikirim Bung Karno dan diharapkan kembali ke Indonesia," kata dia.

Kekerasan seksual, lanjut Nursyahbani, juga ditemukan dilakukan secara sistemik.

Selain itu, juga ditemukan bentuk kejahatan genosida.

"Kejahatan genosida ditetapkan dalam Konvensi Genosida Imternasional 1948 adalah salah satunya melakukan pembunuhan terhadap sekelompok orang," kata dia.

Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

Halaman:


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com