JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diharapkan memenuhi janji kampanye semasa mencalonkan diri pada Pilpres 2014 lalu.
Salah satunya menuntaskan kasus 1965. Menurut Wakil Ketua Asean Parliamentarians for Human Rights, Eva Kusuma Sundari, salah satu langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), bukan melalui penyelesaian hukum.
Sebab, kata dia, pihak yang menjadi korban selama ini tak hanya anggota dan keluarga PKI, melainkan juga militer.
"Saatnya kita jadi bangsa yang dewasa, mengakui kesalahan masa lalu agar kita bisa melakukan lompatan maju," kata Eva dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/7/2016).
Setidaknya, ada tiga tujuan dalam pembentukan KKR tersebut. Pertama, mencari kebenaran dengan memberikan tempat dan waktu kepada korban dan keturunan mereka, serta sejumlah pelaku pembunuhan, untuk memberikan keterangan.
(Baca: Pemerintah Abaikan Putusan IPT untuk Selesaikan Kasus 1965)
Kedua, lanjut dia, memberikan perlindungan kepada pihak yang ingin memberikan keterangan atas kemungkinan terjadinya intimidasi dan diskriminasi.
Ketiga, merestorasi hak pihak-pihak yang selama ini terdiskriminasi atas peristiwa tersebut. "Presiden Jokowi akan melakukan hal yang sangat berguna buat masa depan bangsa Indonesia dengan membentuk komisi kebenaran," kata dia.
Ia menambahkan, dengan dibentuknya KKR maka akan membuka kesempatan bagi terbukanya forum kesaksian di sejumlah wilayah di Tanah Air. Keterangan yang diberikan oleh para pihak itu nantinya akan dicatat dan dipublikasikan baik melalui media cetak seperti buku, serta media elektronik seperti web.
"Ia akan jadi acuan buat bangsa Indonesia belajar tentang kebenaran, bukan propaganda seperti yang selama ini terjadi," ujarnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.