JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komnas HAM M Imdadun Rahmat mengatakan, pemerintah daerah memerlukan pendampingan secara kontinu dan intensif dalam penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM terkait kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB).
"Berbagai kasus yang sebelumnya, belum bisa dicarikan jalan keluar, dengan model pendampingan intensif ini, pelan-pelan bisa terurai," kata Imdadun, di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (30/6/2016).
Imdadun menilai, pemerintah daerah perlu diberikan pemahaman tentang norma asas manusia dan perundangan yang mengatur persoalan KBB.
Menurut dia, seringkali ketidapahaman membuat pemerintah daerah kebingungan menentukan langkah dalam menyikapi dugaan pelanggaran HAM.
"Konsultasi menjadi sangat strategis. Dan itu membuat mereka (pemerintah daerah) percaya diri untuk ambil keputusan bahwa apa yang mereka lakukan itu benar dan tidak khawatir disalahkan di mata publik dan ranah hukum," kata Imdadun.
Selain itu, pendampingan juga dianggap penting untuk menumbuhkan kepercayaan diri pemerintah daerah ketika ditekan kelompok intoleran.
Dengan pendampingan ini, Imdadun berharap pemerintah daerah merasa lebih percaya diri untuk tidak populer di depan kelompok intoleran.
Selain itu, berani melawan tekanan sehingga pemerintah daerah tetap konsisten dalam koridor HAM dan UU.
Terima 34 pengaduan
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komnas HAM Jayadi Damanik mengatakan, selama bulan Januari-Mei 2016, Komnas HAM menerima 34 pengaduan dugaan pelanggaran HAM khususnya hak atas KBB.
Sebaran tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat.
"Sebaran wilayah kejadian tertinggi Jawa Barat dengan enam pengaduan, disusul DKI Jakarta lima pengaduan, Aceh dan Belitung empat pengaduan, Sulawesi Utara tiga pengaduan. Selebihnya terdistribusi di berbagai wilayah," kata Jayadi.
Selain di Indonesia, juga terdapat wilayah pelanggaran KBB di Arab Saudi.
Hal itu terkait dengan sebelas orang WNI yang melaksanakan sholat Idul Fitri beberapa hari setelah pelaksanaan shalat idul Fitri oleh Pemerintah Arab di Masjidil Haram.
Jayadi mengatakan, pihak yang paling banyak diadukan terkait dugaan pelanggaran HAM adalah pemerintah daerah dengan jumlah pengaduan sebanyak delapan belas.
"Kemudian disusul oleh kelompok masyarakat enam pengaduan, organisasi lima pengaduan, selebihnya terdistribusi ke berbagai pihak," ujar Jayadi.
Dilihat dari jenisnya, pengaduan tertinggi terkait pelarangan pendirian rumah ibadah sebanyak 11 aduan; pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sebanyak 8 aduan; pengrusakan rumah ibadah 2 aduan; lainnya penutupan dan penyegelan pondok pesantren, pelarangan aktivitas Syiah, dan sengketa kepengurusan masjid.
Jayadi mengatakan, ada peningkatan pengaduan sejak 2014 hingga 2016.
Tahun 2014 jumlah pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM terkait hak KBB sebanyak 74 aduan, tahun 2015 ada 89 pengaduan, dan Januari-Mei 2016 telah terdapat 34 aduan.
"Kemungkinan akan terus meningkat hingga akhir tahun 2016 mendatang," ujar Jayadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.