Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Soal Kedaulatan Bung!

Kompas.com - 25/06/2016, 15:10 WIB

Pada dekade 1960-an ketika Indonesia memainkan peran strategis di panggung dunia, Presiden Soekarno pernah bertanya tentang sistem pertahanan pada pemimpin Tiongkok Mao Tse Tung dan Presiden Vietnam Ho Chi Minh.

Menurut Mao, Tiongkok unggul dan mampu bertahan meskipun jatuh-bangun karena sistem pertahanan bersifat nasional. Tiongkok memahami segala kondisi, baik fisik maupun mental.

Jawaban Ho mirip Mao. Meskipun negara kecil, kata Ho, Vietnam bisa bertahan dari serangan imperialis karena sistem pertahanan yang mengandalkan pengetahuan dan pengalaman dari perjuangan bangsa Vietnam. Istilahnya the best school for defence is the school of life.

Indonesia juga bangsa tangguh. Karena itu, Bung Karno menekankan pertahanan nasional kita harus benar-benar memahami geopolitik, yakni bersandar pada karakteristik bangsa dan Tanah Air sendiri.

Rudolf Kjellen (1864-1922), pencipta konsep geopolitik, mengatakan, negara berakar kuat dalam sejarah dan realitasnya, tumbuh secara organis, seperti halnya manusia. Dan, kita punya Wawasan Nusantara.

Faktor bahari memang sangat strategis. Ketika era kejayaan bahari bangsa-bangsa Eropa pada abad XV, lautan menjadi kunci penaklukan dunia.

Sir Walter Raleigh (1551-1618) mengatakan, mereka yang menguasai lautan akan menguasai jalur perdagangan, lalu akan menguasai kekayaan dunia, dan akhirnya menguasai dunia itu sendiri. Doktrin ini pula yang dipegang Inggris dengan membangun armada lautnya.

Dalam bahasa Alfred Thayer Mahan (1860-1914), guru besar sejarah maritim dan strategi di Naval War College, Amerika Serikat, sejarah kekuasaan dunia ditandai kemampuan menguasai laut (control of the sea).

Kontrol terhadap lautan merupakan kunci untuk bisa menjadi adikuasa. Saat ini walaupun kekuatan udara (air power) makin canggih, kekuatan laut (sea power) tetap menjadi andalan utama.

Apalagi dua pertiga wilayah Indonesia berupa lautan. Sayangnya, inilah yang mesti disadari bahwa kita tidak cukup serius menjaga wilayah-wilayah yang menjadi batas kedaulatan negara.

Di daratan saja, kita acap abai sehingga banyak daerah tak terurus. Bagi warga di perbatasan, ”rumput tetangga lebih hijau ketimbang rumput di halaman sendiri”.

Perubahan paradigma yang memandang perbatasan bukan lagi sebagai halaman belakang, menjadi ujian untuk kelenturan ketahanan nasional (national resilience) kita.

Seperti kasus Natuna, jangankan sedepa, sejengkal pun kita tidak boleh mundur. Ini soal kedaulatan negara Bung!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com