Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"ABK Kembali Disandera di Filipina, Saat Tepat Tunjukkan Kemampuan Tempur RI"

Kompas.com - 25/06/2016, 12:34 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati meminta pemerintah lebih bersikap tegas merespons masalah penyanderaan terhadap warga negaranya.

Menurut perempuan yang akrab disapa Nuning itu, negara harus segera mengambil langkah taktis menanggapi masalah tersebut. Hal itu demi memberi kepastian keamanan bagi warganya, khususnya yang beraktifitas di perairan Sulu, Filipina Selatan.

"Dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, TNI, BIN dan Polri seyogyanya menyikapi dengan lebih tegas dan jangan takut," ujar Nuning saat dihubungi, Sabtu (25/6/2016), menyikapi kembali disanderanya ABK WNI oleh kelompok bersenjata di Filipina.

Nuning mengatakan, pemerintah harusnya sudah mengirimkan pejabat ke Filipina. Pemerintah Indonesia harus segera memastikan kesanggupan negara Filipina merespons masalah terorisme yang terjadi berulang kali.

"Indonesia seharusnya sudah kirim pejabat untuk melakukan "shuttle diplomacy" ke Manila untuk meminta kejelasan apakah Manila sanggup bantu atau Indonesia boleh aksi sendiri," tutur Nuning.

(baca: Menlu Retno: Penyanderaan Ketiga Kali Ini Sangat Tidak Dapat Ditoleransi)

Jika sudah dipastikan bahwa pemerintah Filipina tidak sanggup, maka, pemerintah Indonesia harus bertindak cepat. Menurut Nuning, Indonesia sebelumnya memiliki catatan bagus menghadapi kasus-kasus penyanderaan komplotan terorisme internasional.

"Kita memiliki berbagai pengalaman hebat di masa lalu dalam hadapi masalah hostage (penyanderaan) ini," kata dia.

"Indonesia punya pengalaman bebaskan hostage di luar negeri, (Operasi) Woyla dan MV Kudus," lanjut Nuning.

(baca: "Kelompok Militan Abu Sayyaf Minta Tebusan 20 Juta Ringgit")

Operasi Woyla adalah operasi pembebasan pembajakan pesawat Garuda DC 9 pada 31 Maret 1981. Operasi tersebut dilakukan oleh Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Operasi Woyla disebut-sebut sebagai operasi penyelamatan sandera terbaik.

Kemudian, Operasi pembebasan sandera kapal MV Sinar Kudus adalah sebuah operasi pembebasan awak kapal MV Sinar Kudus yang disandera di Somalia pada 16 Maret 2011.

Pemerintah saat itu membentuk Satgas Merah Putih untuk membebaskan para sandera. Satgas yang dibentuk melibatkan dua kapal fregat, yakni KRI Abdul Halim Perdanakusuma-355 dan KRI Yos Sudarso-353, satu kapal LPD KRI Banjarmasin-592 dan satu helikopter, “sea riders” dan LCVP.

Personel yang dikerahkan terdiri atas pasukan khusus dari Kopassus (Satuan 81/Penanggulangan Teror), Korps Marinir (Denjaka) dan Kopaska.

(baca: WNI Disandera, Pelayaran ke Perairan Filipina Dihentikan)

Kini, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI kembali menjadi korban penyanderaan oleh kelompok bersenjata di perairan Sulu, Filipina Selatan, yang terjadi pada Senin (20/6/2016).

Penyanderaan kali ini merupakan penyanderaan ketiga kalinya dalam empat bulan terakhir.

Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.

Kemudian, empat ABK kapal Tunda Henry juga disandera kelompok Abu Sayyaf dan kemudian dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.

"Ini saat tepat untuk tunjukkan kemampuan tempur Indonesia," kata Nuning.

Kompas TV ABK TB Charles Diduga Disandera Abu Sayyaf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com