Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gali Pelajaran dari Peristiwa 1965

Kompas.com - 06/06/2016, 05:15 WIB

SINGAPURA, KOMPAS — Pembicaraan yang belakangan muncul terkait dengan peristiwa 1965 sebenarnya memiliki tujuan akhir yang relatif sama. Tujuan itu adalah mencari penyelesaian bersama sekaligus mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut agar tak terulang di masa depan.

Namun, kurangnya komunikasi dan penarikan kesimpulan yang berlebihan terhadap kegiatan yang dimaksudkan untuk meneguhkan rekonsiliasi membuat polemik bermunculan terkait peristiwa 1965.

"Kini yang dibutuhkan adalah rasa saling percaya. Kita percayakan penyelesaian masalah ini kepada pemerintah," kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo saat ditemui wartawan Kompas, M Hernowo, di sela-sela pertemuan keamanan Shangri-La Dialogue, di Singapura, Sabtu (4/6).

Agus yang adalah anak pahlawan revolusi Sutoyo Siswomiharjo merupakan ketua panitia pengarah Simposium 1965 yang digelar pertengahan April lalu. Oleh karena acara itu dinilai sejumlah kalangan berat sebelah, lalu muncul simposium "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia dan Ideologi Lain". Letnan Jenderal (Purn) Kiki Syahnakri menjadi ketua dari simposium yang digelar 1 dan 2 Juni tersebut.

Masalah komunisme kemarin juga sempat ditanyakan kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu. Saat itu, Menhan yang menjadi pembicara dalam sesi Making Defence Policy in Uncertain Policy di Shangri-La Dialogue ditanya oleh perwakilan dari Australia tentang apakah komunisme merupakan isu pertahanan di Indonesia dan menjadi ancaman ideologi di Tanah Air?

Atas pertanyaan itu, Ryamizard menegaskan tetap menghormati ideologi komunis. Namun, Indonesia harus mewaspadai PKI karena partai itu telah dua kali memberontak, yaitu pada 1948 dan 1965.

Agus menuturkan, Indonesia punya ingatan buruk tentang komunisme, PKI, dan bahaya latennya. Pemerintah selalu berupaya mencegah munculnya kembali bahaya PKI dan komunisme. Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 menyatakan ajaran komunisme dan PKI dilarang di Indonesia.

Dengan kondisi ini, lanjut Agus, jangan lagi ada pandangan ataupun keinginan untuk membangkitkan kembali PKI dan ideologinya di Indonesia.

Namun, Agus mengingatkan, generasi Indonesia yang lahir setelah tahun 1965 banyak yang melihat peristiwa 1965 sebagai akibat dari Orde Baru. Ini karena mereka hanya melihat peristiwa itu dalam rangkaian kejadian yang terjadi setelah 1 Oktober 1965.

***

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Juni 2016, di halaman 2 dengan judul "Gali Pelajaran dari Peristiwa 1965".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Nasional
Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Nasional
Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Nasional
Spesifikasi HNLMS Tromp, Kapal Fregat Belanda yang Bersandar di Jakarta

Spesifikasi HNLMS Tromp, Kapal Fregat Belanda yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com