Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Tokoh Sentral di Golkar, Novanto Disarankan Akomodasi Semua Faksi

Kompas.com - 28/05/2016, 06:06 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Indo Barometer Muhammad Qodari menilai Partai Golkar belum memiliki tokoh yang kuat pasca-era kepresidenan Bacharuddin Jusuf Habibie.

Menurut Qodari, hal itu pun memengaruhi pola kepemimpinan yang terjadi di Golkar saat ini yang harus mengakomodasi semua faksi.

Dengan banyaknya faksi, maka sulit bagi Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto untuk menonjolkan diri sebagai ikon partai, dengan menyingkirkan para kompetitornya.

Menurut Qodari, pimpinan Partai Golkar beberapa tahun terakhir banyak yang berusaha menjadi ikon partai. Padahal tingkat ketokohan mereka rendah. Cara ini menghambat ruang gerak kader di daerah dan memunculkan potensi konflik internal.

"Ketua umum partai itu perannya dua. Bisa jadi manajer tim yang secara total mengerjakan seluruh tugas partai atau get things done. Yang kedua menjadi lokomotif partai," ujar Qodari saat dihubungi Kompas.com Jum'at (27/5/2016).

Qodari pun mengatakan, ada pula ketua umum partai yang mampu menjalankan kedua fungsi tersebut. Beberapa di antara mereka yaitu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Kalau ketiga orang tersebut bisa melaksanakan kedua fungsi tadi karena ketokohannya tinggi. Pak Nov (Setya Novanto) tidak begitu," lanjut Qodari.

Namun, Qodari berpendapat hal itu menjadi keuntungan tersendiri bagi Golkar. Terutama bagi kader-kader mereka di daerah.

"Karena tidak adanya tokoh sentral, maka kader-kader di daerah memiliki ruang gerak yang tinggi untuk menunjukan kualitas dirinya, itu perlu diakomodasi juga," tutur Qodari.

"Saya pikir Pak Novanto sadar akan karakternya yang bukan front man. Pastinya dia akan mengakomodasi semua faksi yang ada di Golkar," kata dia.

Hingga saat ini Golkar masih dalam proses menyusun struktur kepengurusan pasca-terpilihnya Setya Novanto sebagai ketua umum.

Beberapa kalangan menilai ada upaya dari Novanto untuk menyingkirkan para pesaingnya di struktur harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.

Salah satunya dengan ditempatkannya Ade Komarudin sebagai anggota dewan pembina. (Baca: Tersingkir dari Kepengurusan DPP, Ade Komarudin Jadi Anggota Dewan Pembina Golkar)

Meski anggota dewan pembina dinggap jabatan terhormat, anggota tim sukses Ade, Firman Soebagyo sempat menyampaikan keberatan.

Dia menilai, Ade lebih tepat masuk dalam struktur harian DPP. Pada kepengurusan sebelumnya, Ade menjadi Wakil Ketua Umum DPP Golkar.

"Seperti Ade Komarudin jangan dilihat karena jabatannya di DPR. Usianya masih muda. Tidak cocok di Wanbin. Akom juga lolos syarat minimal 30 persen (saat pemilihan ketum). Harus ada representasinya," kata Firman.

Kompas TV Janji Novanto Sang Ketum Golkar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com