Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Bangun Demokrasi Tanpa Embel-embel Orba dan Soeharto

Kompas.com - 19/05/2016, 10:45 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta Pemerintah Joko Widodo dengan terang dan tegas menyatakan bahwa demokrasi Indonesia yang dibangun ke depan terputus dari embel-embel Orde Baru dan Soeharto.

Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri menegaskan bahwa Pemerintah Jokowi harus mampu memberikan garis demokrasi yang tegas atas kejahatan di masa lalu dengan mendukung langkah penegakan hukum.

Oleh karena itu, ia mengusulkan, sebaiknya wacana pengangkatan Presiden kedua RI Soeharto sebagai pahlawan nasional tidak perlu dijadikan salah satu prioritas Pemerintah saat ini.

"Akan lebih progresif apabila pemerintah hari ini Jokowi dengan tegas menyatakan bahwa demokrasi Indonesia yang dibangun ke depan terputus dari embel-embel Orde Baru dan Soeharto," ujar Puri saat dihubungi, Kamis (19/5/2016).

Puri menuturkan, wacana pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto merupakan isu-isu kuno yang akan selalu diangkat oleh Partai Golkar.

(baca: Jika Diberikan Pada Soeharto, Makna Sejati Pahlawan Akan Bergeser)

Menurut Puri, yang harus dikritisi saat ini oleh masyarakat, apakah Pemerintah akan dengan legawa memberikan status kehormatan tersebut kepada Soeharto.

"Bukan hal yang baru kalau Golkar akan selalu membawa isu-isu kuno semacam itu. Sekarang yang harus dikritisi, apakah pemerintah akan dengan legawa memberikan 'status kehormatan' itu kepada Soeharto," kata Puri.

Puri mengatakan, Pemerintah harus memberi ruang verifikasi terlebih dulu sebelum memberikan gelar pahlawan terhadap seseorang. (baca: Fadli Zon Anggap Soeharto Layak Jadi Pahlawan Nasional)

Terlebih bila sosok tersebut dinilai sebagai orang yang harus bertanggungjawab atas kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan, praktik penggusuran untuk membangun kota. Kemudian, warisan konflik yang masih terlembaga hari ini di Papua serta di wilayah-wilayah lain yang kaya dengan sumber daya alam.

Melalui ruang verifikasi tersebut, Pemerintah bisa melibatkan lembaga-lembaga negara independen yang pernah terlibat untuk mengaudit praktik pelanggaran HAM yang melibatkan pertanggungjawaban soeharto, seperti Komnas HAM.

Munaslub Partai Golkar sebelumnya mengusulkan agar Presiden kedua RI Soeharto menjadi pahlawan nasional. (Baca: Munaslub Golkar Usulkan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional)

Hal tersebut disampaikan Aburizal Bakrie saat menyampaikan pidatonya pada paripurna Munaslub Golkar, di Nusa Dua, Bali, Senin (16/5/2016).

"Partai Golkar pernah mengusulkan Soeharto jadi pahlawan nasional. Belum berhasil. Kali ini, Munas mengusulkan kembali ke DPP agar Soeharto untuk menjadi pahlawan nasional," kata Aburizal.

Teknis pengusulan Soeharto menjadi pahlawan nasional nantinya akan dibahas di sidang komisi.

Aburizal menilai Soeharto layak mendapatkan gelar itu. DPP Golkar sendiri, lanjut dia, sudah pernah memberikan penghargaan Abdi Luhur kepada mantan Ketua Dewan Pembina Golkar itu.

"Saya serahkan ke munas ini untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk diusulkan menjadi pahlawan nasional," ujar Aburizal.

Kompas TV Pro Kontra Gelar Pahlawan Nasional Kepada Soeharto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com