JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum dari Mantan Ketua DPRD Riau Johar firdaus, Razman Arif Nasution mengatakan, pihaknya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengadili kliennya di Jakarta.
Pasalnya, dia khawatir jika kliennya diganggu dalam setiap proses penyelidikan maupun persidang jika dilakukan di luar Jakarta.
"Pada pokoknya kami meminta Pak Johar agar tetap di proses di Jakarta. Kami khawatir akan ada gangguan atau bisikan dari yang lain-lain di sana (Riau)," kata dia di gedung KPK, Kamis, (12/5/2016).
Razman enggan menyebutkan siapa yang hendak mengancam kliennya. Namun, dirinya memastikan jika kliennya diadili di luar Jakarta, akan ada pihak-pihak yang memanfaatkan keadaan.
(Baca: KPK Tetapkan Mantan Ketua DPRD Riau dan Bupati Terpilih Rokan Hulu sebagai Tersangka)
"Bukan diancam, kami takut dan khawatir kalau pasti di sana (Riau) pasti ada orang yang ditahan bisa keluar. Maka akan berpengaruh, soalnya ini putusan hakim," ujar dia.
Menurut dia, ketakutannya sangatlah beralasan. Hal ini karena kliennya pernah dipanggil salah seseorang yang dulunya pernah berkuasa di Riau. Pertemuan itu diadakan di Rumah sakit, bukan karena ada yang sakit.
Kliennya juga diajak dan difasilitasi barang-barang mewah. Sesampai disana, kliennya diminta bersiap-siap untuk menjadi tersangka.
"Di sana klien saya marah, apa urusannya dan Pak Johar langsung meninggalkan tempat tersebut. Tidak lama kemudian, beliau menjadi tersangka," ungkap dia.
(Baca: Kembali Diperiksa KPK, Johar Firdaus Hanya Ditanya Tugas dan Fungsi Ketua DPRD)
Dengan adanya kejadian tersebut, lanjut Razman, maka patut diduga yang bersangkutan ikut bermain.
"Jika proses pemeriksaan dan pengadilan di Jakarta akan lebih fair dan mempermudah. Terlebih kliennya sudah berdomisili di Jakarta," ujar dia.
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus, sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga menetapkan tersangka lain, yakni Suparman, anggota DPRD Riau periode 2009-2014, yang baru terpilih sebagai bupati Rokan Hulu.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/4/2016).
Kedua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi menerima pemberian atau janji terkait pembahasan R-APBD tahun 2014 dan 2015.
Keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.