Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejahatan, Penjara, dan Kita

Kompas.com - 10/04/2016, 06:50 WIB

Spektrum penghuni yang sangat luas ini menyebabkan pengelolaan lapas pun menjadi kompleks dan memerlukan penyesuaian atau perubahan yang komprehensif.

Tak hanya berkisar pada alasan keterbatasan sarana dan dana sebagai penyebab pemasyarakatan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, juga kreativitas sipir yang ”terpenjara” oleh rutinitas pekerjaan.

Persoalan dampak psikologis dalam ”dunia kecil” buatan manusia itu tak hanya dialami narapidana, tetapi juga berpengaruh terhadap ”mentalitas” sipir: muncul sikap ”makin banyak penghuni lapas, makin banyak memperoleh uang”.

Sebagai contoh, haruskah ketiadaan dana di lapas mengakibatkan ”pengebirian” hak-hak narapidana, seperti cuti mengunjungi keluarga, asimilasi, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat?

Supaya memperoleh pembebasan bersyarat, narapidana harus mengeluarkan biaya sendiri, mulai dari penyiapan jaminan keluarga (diketahui RT/RW dan lurah), inspeksi balai pemasyarakatan ke rumah penjamin, surat kelakuan baik di lapas, surat keterangan kesehatan, pelaksanaan sidang, eksekusi oleh kejaksaan negeri setempat, dan seluruh biaya ”tetek-bengek” yang lazim di Indonesia.

Dengan proses ”normal” seperti itu saja, pengurusan pembebasan bersyarat di sekitar Jabodetabek sekarang ini biayanya Rp 4 juta-Rp 6 juta.

Dengan demikian, narapidana yang memperoleh fasilitas ini hanya mereka yang bisa menyediakan biaya sebesar itu. Tidak punya uang, jangan harap bisa dapat pembebasan bersyarat.

Pemberian hak-hak narapidana secara otomatis sebenarnya salah satu cara pengurangan jumlah penghuni.

Sementara itu, ketidaktersediaan data rata-rata hukuman, masa penahanan, menyebabkan kita tak bisa membuat kurva jumlah narapidana dan masa penahanan, menumpuk pada hukuman mana, sehingga gini ratio tidak bisa dihitung (hukuman terhadap remisi).

Kalaupun dipaksakan, hasil yang diperoleh tidak bisa dipertanggungjawabkan secara statistik.

Data pelanggar pidana berulang, sudah masuk penjara lalu masuk lagi (residivis), juga tak tersedia. Dengan demikian, sejauh mana penjara bisa ”mengubah” perilaku narapidana tak bisa dibuktikan.

Asumsinya, jumlah pelanggaran pidana (pencurian) berkorelasi positifdengan tingkat pengangguran (kesulitan ekonomi keluarga).

Oleh karena itu, sekalipun pelaku sudah dipenjarakan, ketika ia keluar dari penjara tetapi realitas sosial masih seperti sebelumnya, maka kondisi itu akan mendorong eks napi kembali melanggar hukum. Di sinilah letak pentingnya ilmu-ilmu sosial yang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

Nasional
Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

Nasional
PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

Nasional
Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

Nasional
Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

Nasional
Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

Nasional
Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

Nasional
PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

Nasional
Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com